PENDAHULUAN
Alhamdulillah, telah dibuka program pendidikan Tahfidzul Qur_an As-Sunnah lil banin di kab. Sidrap Sulawesi Selatan, yang memiliki fokus utama pada penghafalan serta perbaikan bacaan Al Qur_an dan hafalan hadits-hadits Nabawiyah sebagai bekal dan dasar di dalam mempelajari dan mendalami syari’at Allah Subhanahu wa Ta'ala.
PROGRAM DASAR
1. Hafalan Al Qur’an Al Karim.
2. Hafalan Hadits Nabawiyah: (Al Arba’in An Nawawiyyah, Umdatul Ahkam, Dll)
3. Ilmu Dasar Tajwid Dan Qiro’ah.
4. Hafalan Do’a Dan Dzikir Sehari-Hari.
PROGRAM UMUM
1. Aqidah: (Khomsuna Su_Alan Fil ‘Aqidah, Tsalatsatul Ushul, Kitabut Tauhid, Fathul Majid, Kasyfusy Syubhat, Dll.)
2. Fiqh: (Praktek Ibadah, Umdatul Ahkam, Dll.)
3. Hadits: (Al Arba’in An Nawawiyyah, Shohih Al Bukhori, Al Adabul Mufrod, Dll.)
4. Bahasa Arab: (Hafalan Mufrodat, Durusul Lughoh, Al Ajurumiyyah, Tuhfatus Saniyah, Al Amtsilah Tashrifiyyah, Dll.)
5. Siroh
6. Dll.
Penerimaan Santri Baru Ma’had Tahfidzul Qur_an As-Sunnah Lilbanin - Sidrap
Mengenal Ketinggian Allah Subhanahu wa Ta'ala
Penulis : Dr. Muhammad Al-Khumais
MENGENAL KETINGGIAN ALLAH
Allah yang menciptakan kita mewajibkan kita untuk mengetahui di mana Dia, sehingga kita dapat menghadap kepada-Nya dengan hati, do'a dan shalat kita. Orang yang tidak tahu di mana Tuhannya akan selalu sesat dan tidak akan mengetahui bagaimana cara beribadah yang benar.
Sifat atas atau tinggi yang dimiliki Allah atas makhluk-Nya tidak berbeda dengan sifat-sifat Allah yang lainnya sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur`an dan hadits yang shahih, seperti "Mendengar", "Melihat", "Berbicara", "Turun" dan lain-lain.
'Aqidah para 'ulama salaf yang shalih dan golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama'ah mempunyai keyakinan yang sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya tanpa ta`wiil (menggeser makna yang asal ke makna yang lain), ta'thiil (meniadakan seluruh atau sebagian sifat-sifat Allah), takyiif (menanyakan hakekat sifat-sifat Allah) dan tasybiih (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya). Hal ini berdasarkan firman Allah: "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syuuraa:11)
Syarat-syarat Tauhid kepada Allah Ta'ala
Penulis : Ustadz Muhammad Umar As Sewed
Kalimat tauhid mempunyai keutamaan yang sangat agung. Dengan kalimat tersebut seseorang akan dapat masuk surga dan selamat dari api neraka. Sehingga dikatakan kalimat tauhid merupakan kunci surga. Barangsiapa yang akhir kalimatnya adalah لا إله إلا الله maka dia termasuk ahlul jannah (penghuni surga).
Namun sebagaimana dikatakan dalam kitab Fathul Majid (Syaikh Abdurrahman Alu Syaikh) bahwa setiap kunci memiliki gigi-gigi. Dan tanpa gigi-gigi tersebut tidak dapat dikatakan kunci dan tidak bisa dipakai untuk membuka. Gigi-gigi pada kunci surga tersebut adalah syarat-syarat لا إله إلا الله. Barang siapa memenuhi syarat-syarat tersebut dia akan mendapatkan surga, sedangkan barangsapa yang tidak melengkapinya maka ucapannya hanya igauan tanpa makna.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memberikan jaminan surga kepada orang-orang mukmin, Rasulullah menyebutkannya degan lafadz:
مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. (متفق عليه)
Barang siapa yang bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah (HR. Bukhari Muslim)
Fenomena penyembahan atas berhala gaya baru
Penulis : Bulletin Al Wala wal Bara' Edisi XIX/03/08
Ibadah bila dilihat dari sisi lughowi mempunyai arti ketundukan dan kerendahan, sedangkan menurut makna istilahi ibadah adalah sebutan yang menyeluruh untuk setiap apa yang dicintai Allah dan diridhoiNya dari ucapan-ucapan dan amalan-amalan lahir maupun batin. (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Majmu'ul Fatawa: 10/149)
Adapun al-autsaan diambil dari asal kata al-watsan, yaitu sebuah nama yang digunakan untuk menyebutkan semua jenis peribadahan, seperti do'a, istighotsah yakni minta kelapangan dari segala kesempitan hidup, kondisi yang tidak menentu, kekacauan, ketakutan dan yang lainnya, kemudian isti'anah yakni meminta pertolongan dalam mendatangkan segala kemaslahatan dan menolak berbagai macam mudharat, lalu at-tabarruk, yakni dengan istilah orang sekarang: ngalap berkah dan lain-lainnya dari jenis ibadah yang diperuntukkan kepada selain Allah, seperti kuburan yang dianggap keramat, batu ajaib, paranormal, khodam setia atau rijalul ghoib (jin muslim atau kafir) dan seterusnya.
Bisakah Allah dapat dilihat di dunia ?
Penulis : Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed
Disamping adanya kelompok-kelompok yang mengingkari akan dapat dilihatnya Allah pada hari kiamat oleh penghuni surga, ada pula kelompok yang berpendapat sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa Allah bisa dilihat di dunia ini oleh para auliya (para wali). Pendapat seperti ini diyakini oleh sebagian kaum muslimin bahwa Syaikh Abdul Qadir Jaelani telah melihat Allah di dunia ini, sebagaimana terdapat dalam buku manaqib Abdul Qadir Jaelani yang sesat dan menyesatkan.
Padahal dalil berupa ayat Al-Qur'an yang telah dibahas pada edisi yang lalu –yang dijadikan dalil oleh mu’tazilah untuk menolak hadits ru’yah—sesungguhnya merupakan dalil yang menunjukkan tidak mungkinnya Allah dilihat di dunia ini. Ayat tersebut yaitu:
قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا... ]الأعراف: 143[
Berkata Musa: "Ya Rabb-ku, nampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat-Mu". Allah berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke gunung itu. Jika ia tetap berada di tempatnya (seperti sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Rabb-nya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh.. (al-A’raaf: 143)
Bantahan atas penolak hadits 'Melihat Allah'
Penulis : Al Ustadz Muhammad Umar as Sewed
Kaum mu’tazilah mengingkari hadits-hadits tentang Ru’yah yang menyatakan akan dapat dilihatnya Allah pada hari Kiamat. Mereka berdalil dengan ayat-ayat yang terkesan menafikan secara mutlak akan dilihatnya Allah سبحانه وتعالى pada hari kiamat. Seperti firman Allah:
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ. ]الأعراف: 143[
Dan tatkala Musa datang untuk (bermunajat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Allah telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Rabb-ku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Allah menjawab: "Kamu sekali-kali tidak akan sanggup melihat-Ku. Tapi lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap ada di tempatnya (seperti sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Rabb-nya menampakkan diri pada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada-Mu dan aku orang yang pertama-tama beriman". (al-A’raaf: 143)
Ahlusunnah mengimani bahwa Wajah Allah akan terlihat
Penulis : Al Ustadz Muhammad Umar as Sewed
Bertemu dengan Allah سبحانه وتعالى dan memandang Wajah-Nya kelak pada hari kiamat adalah merupakan sebuah kenikmatan yang tak terhingga besarnya. Oleh karena itu setiap orang yang beriman pasti akan sangat merindukan pertemuan dengan Allah dan memandang Wajah-Nya. Untuk mencapai hal itulah mereka harus berusaha menjalani syarat-syarat yang telah Allah tetapkan dalam al-Qur'an yaitu mengerjakan amalan-amalan shalih dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَ يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا. ]الكهف: 110[
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan-Nya dalam beribadah kepada Rabb-nya. (al-Kahfi: 110)
Ahlussunnah mengimani sifat Allah "Berbicara"
Penulis : Al Ustadz Muhammad Umar as Sewed
Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan para Ashabul Hadits sejak zaman sahabat sampai hari ini telah meyakini bahwa Allah سبحانه وتعالى memiliki sifat kalam (berbicara). Dan mereka meyakini bahwa Allah سبحانه وتعالى berkuasa untuk berbicara kapanpun dia kehendaki.
Allah سبحانه وتعالى telah menjelaskan dengan tegas dalam ayat-Nya:
...وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا. ]النساء: 164[
…Dan Allah telah berbicara langsung kepada Musa. (an-Nisaa’: 164)
Telah diriwayatkan secara mutawatir bahwa ayat ini dibaca dengan rafa’ pada lafdhul jalallah “Allahu”. Dalam ilmu nahwu hal itu berarti Allah sebagai pelaku dari kata kerja kallama atau berarti Allah-lah yang berbicara.
Mengimani akan sifat Kedua Tangan Allah Ta'ala
Penulis : Al Ustadz Muhammad Umar as Sewed
Keimanan terhadap penetapan adanya Tangan bagi Allah merupakan keyakinan Ahlus Sunnah wal jama’ah, sebagaimana telah kami jelaskan pada edisi lalu. Keyakinan ini makin jelas dan tegas karena Al-Qur'an dan as-Sunnah telah menyebutkan adanya sifat Tangan bagi Allah secara terperinci dan disebutkan dengan kanan.
KEDUA TANGAN ALLAH ITU KANAN
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّماوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ. ]الزمر: 67[
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Rabb dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (az-Zumar: 67)
Mengimani bahwa Allah Ta'ala memiliki Tangan
Penulis : Al Ustadz Muhammad Umar as Sewed
Pengenalan kepada Allah (ma’rifatullah) merupakan prinsip aqidah yang paling penting yang akan mempengaruhi seluruh amalan, ucapan dan perbuatan seseorang. Oleh karena itu mengenali Allah dan sifat-sifatNya dari sumber yang pasti yaitu Al Qur’an dan hadits yang shahih merupakan kewajiban bagi setiap muslim.
Dalam masalah ini, manusia telah terpecah menjadi sekian aliran dan kelompok-kelompok yang menyimpang. Diantaranya:
1. Ahlu ta’thil yaitu para penolak sifat Allah, seperti mu’tazilah dan jahmiyah. Mereka menolak adanya seluruh sifat-sifat Allah dengan alasan agar tidak sama dengan makhlukNya.
2. Ahlu tasybih yaitu kelompok yang berpendapat sebaliknya. Mereka menganggap semua sifat-sifat Allah sama dengan makhluk-Nya.
3. Ahlu ta’wil yaitu para pentakwil sifat-sifat Allah seperti Asy’ariyah. Mereka menyelewengkan makna dari sifat-sifat Allah tersebut kepada makna-makna lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan lafadnya.
4. Ahlu tafwidh yaitu kelompok yang tidak mau memahami dan menterjemahkan makna kalimat-kalimat tersebut. Mereka menyatakan bahwa kita serahkan saja maknanya kepada Allah.
Bagaimana memahami Kebersamaan Allah dengan makhlukNya?
Penulis : Al Ustadz Muhammad Umar as Sewed
Dalam memahami ayat-ayat tentang dekatnya Allah dengan makhluk-Nya, seringkali terjadi kesalahan pada kaum muslimin. Kebanyakan mereka mengira bahwa ayat-ayat tersebut bertentangan dengan dalil-dalil ‘uluw (tinggi)nya Allah di atas ‘Arsy-Nya. Seperti ayat-ayat yang menyatakan kebersamaan Allah سبحانه وتعالى dengan makhluk-Nya sebagai berikut:
...وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ....الحديد:4
…Dan Dia bersama kalian di mana saja kalian berada... (al-Hadiid: 4)
Juga ayat yang menyatakan dekatnya Allah dengan makhluk-Nya. Diantaranya Allah سبحانه وتعالى berfirman:
...وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ. ق: 16
… dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya. (Qaaf: 16)
Ayat-ayat yang menyatakan Allah sebagai ilah di bumi. Seperti Ucapan Allah سبحانه وتعالى:
وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَهٌ وَفِي اْلأَرْضِ إِلَهٌ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ. الزخرف: 84
Dan Dialah ilah di langit dan ilah di bumi dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (az-Zukhruf: 84)
Sifat Tingginya Allah di atas seluruh makhluk-Nya
Penulis : Al Ustadz Muhammad Umar as Sewed
Terlalu banyak dalil-dalil yang menunjukkan tingginya Allah سبحانه وتعالى di atas seluruh makhluk-Nya. Kalau kita kumpulkan, maka dalil-dalil tersebut datang dalam berbagai bentuk.
1. Keterangan bahwa Allah beristiwa’ di atas ‘Arsy-Nya
Adapun bentuk yang pertama yaitu tentang isitiwa’nya Allah di atas ‘Arsy-Nya, telah kita sebutkan dalil-dalilnya pada edisi yang lalu. Sebagian di antaranya Allah, firman Allah:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى. ]طه: 5[
(Yaitu) Ar-Rahman yang beristiwa’ di atas ‘Arsy. (Thaha: 5)
Dan didalam al-Qur'an terdapat 7 ayat yang serupa dengan ayat di atas.
2. Penjelasan tentang adanya Allah سبحانه وتعالى di langit
Demikian pula ayat-ayat yang menerangkan bahwa Allah di langit. Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi dalam Aqidah ath-Thahawiyah, hal. 286 berkata: “Para ahli tafsir dari kalangan ahlus sunnah dalam menafsirkan ayat ini menyatakan ada dua makna: yang pertama bermakna di atas langit; dan yang kedua “as-sama’” bermakna ‘uluw (ketinggian), yakni Allah di atas ketinggian.
Cara menafsirkan Al Qur'an
Penulis : Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albani
Syaikh Al-Albani ditanya:
Apa yang harus kita lakukan untuk dapat menafsirkan Al-Qur'an ?
Jawaban:
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menurunkan Al-Qur'an ke dalam hati Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam agar beliau mengeluarkan manusia dari kekufuran dan kejahilan yang penuh dengan kegelapan menuju cahaya Islam. Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an surat Ibrahim ayat 1 :
الَر كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
yang artinya : "Alif, laam raa.(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. "
Allah Ta'ala juga menjadikan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam sebagai orang yang berhak menjelaskan, menerangkan dan menafsirkan isi Al-Qur'an. Firman Allah Ta'ala di dalam surat An-Nahl ayat 44:
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
artinya : "keterangan-keterangan (mu'jizat) dan kitab-kitab.Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan..."
Awas !! Wajah baru sihir di sekitar kita
Penulis : Al Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An-Nawa
Sihir dan sejenisnya dari cakupan ilmu-ilmu hitam makin populer dewasa ini. Para 'pakar' berikut iklan 'sihir'-nya bisa ditemui di hampir semua media massa. Merekalah yang seakan-akan menguasai rahasia dan kunci-kunci kehidupan.
Eksistensi mereka kian diperkuat dengan dongeng-dongeng takhayul nenek moyang utamanya yang berkaitan dengan kerajaan-kerajaan nusantara di masa lampau. Jadilah semua itu sebagai sebuah ajaran dan aliran tersendiri yang dibahasakan sebagai bagian dari agama.
Ironisnya, sebagian kaum muslimin kian terbentuk akal dan pikirannya dengan semua itu. Lahirlah kemudian keyakinan yang berasal dari akal yang jumud yang tergantung dan menggantungkan segala-galanya kepada orang-orang "sakti" tersebut.
Bahagia dan sengsara, senang dan susah, sehat dan sakit, berhasil dan gagal, maju dan mundur seolah-olah ada di tangan mereka. Umat pun mulai lupa akan kekuasaan dan ketentuan Allah.
Kajian Al-Qur’an : Syawal 1432 H.
Bismillah. Alhamdulillah atas kemudahan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala kembali akan diadakan kegiatan “KAJIAN AL-QUR’AN” yang insya Allah akan dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Ahad, 25 September 2011
Waktu : Jam 09.30 – 12.00 WITA
Tempat : Masjid As-Sunnah, Kanie, Kab. Sidrap
Adapun Pemateri dan materi yang akan dikaji adalah sebagai Berikut :
1. Al-Ustadz Abu Muhammad Fauzan –hafidzahullah- (Alumni Ma’had As-Sunnah, Makassar) yang akan membawakan materi berjudul “Pengaruh Al-Qur’an terhadap kehidupan hamba” dan,
2. Al-Ustadz Rahmat Hidayat –hafidzahullah- (Alumni Ma’had As-Sunnah, Makassar / Murid Syaikh Muhsin Al-Abbad –hafidzahullah-) yang akan membawakan materi berjudul “Menepis sangkaan adanya pertentangan dalam Al-Qur’an dari juz 30 (dari kitab Asy-Syaikh Muhammad Amin As-Sinqithy rahimahullah)”
Bagi yang membutuhkan informasi lebih lanjut tentang kajian ini dapat menghubungi Al-Akh Abu Ibrahim dengan nomor 081 998 427 584 atau Al-Akh Abu Ishaq dengan nomor 081 355 132 485. Atas perhatiannya diucapkan jazakumullahu khairan katsira.