بسم الله الرحمن الرحيم



Aqidah Seorang Muslim - Tanya Jawab VI

Penulis: Syaikh Muhammad Jamil Zainu

Soal 49 : Apa yang kita lakukan jika kita berselisih?
Jawaban : Kita kembali kepada kitab dan Sunnah.

Dalil dari AlQur’an :

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ(النساء: من الآية59)
Dan jika kalian berselisih maka kembalikan kepada Allah dan Rasul.

Dalil dari Sunnah
[تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما إن تمسكتم بهما كتاب الله وسنة رسوله] صحيح
Aku telah tinggalkan dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh dengan keduanya yaitu kitab Allah dan sunnah rasulNya.


Soal 50 : Apa bid’ah dalam agama itu?
Jawaban : Semua yang tidak ada dalil syar’i atasnya.

Dalil dari Al-Qur’an :

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّه(الشورى: من الآية21)
Apakah mereka punya sekutu yang mensyare’atkan buat mereka dari agama yang tidak Allah izinkan.

Dalil dari sunnah :

[من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو ردّ] متفق عليه
Barang siapa yang mengada-adakan dalam perkara kami ini, apa yang bukan darinya maka ia tertolak
Soal 51 : apakah ada bid’ah yang baik?
Jawaban : Tidak ada bid’ah yang baik.

Dalil dari Al-Qur’an :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْأِسْلامَ دِيناً (المائدة: من الآية3)
Pada hari ini aku telah sempurnakan buat kalian agama kalian, Telah aku sempurnakan nikmatKu atas kalian dan Aku telah Ridhoi Islam buat kalian sebagia diin [syistim hidup]

Dalil dari sunnah :

[إياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة] صحيح رواه أبو داود
Jauhilah oleh kalian semua yang diada adakan, karena semua yang diada adakan itu bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat

Soal 51 : Apakah dalam Islam ada sunnah yang baik?
Jawaban : Ya seperti orang yang memulai perbuatan baik supaya ditiru.

Dalil dari Al-Qur’an :

 وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً(الفرقان: من الآية74)
Dan jadikanlah aku imam untuk orang-orang yang bertaqwa.

Dalil dari sunnah :


[من سن سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها من بعده] رواه مسلم.
Barang siapa yang mencontohkan sunnah yang baik baginya pahalanya dan pahala yang melakukannya setelahnya.

Soal 53 :Apakah cukup bagi seorang untuk memperbaiki diri sendiri?
Jawaban :Harus memperbaiki diri sendiri dan keluarganya?

Dalil dari Al-Qur’an :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً  (التحريم: من الآية6)
Hai orang-orang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.

Dalil dari sunnah :

[إن الله تعالى سائل كل راع عما استرعاه أحفظ ذلك أم ضيعه] حسن
Sesungguhnya Allah ta’aala akan meminta pertanggungan jawaban setiap pemimpin dari apa yang dipimpinnya apakah menjaganya atau menyia-nyiakannya.



Soal 54 : Kapan kaum muslimin menang?
Jawaban : Jika mengamalkan kitab Robb [Pemelihara] mereka dan sunnah nabi mereka ?

Dalil dari AlQur’an :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ(محمد:7)
Hai orangorang yang beriman jika kalian menolong Allah, Allah pasti menolongmu dan meneguhkan kaki kalian.

Dalil dari sunnah :

[لا تزال طائفة من أمتي منصورين] صحيح رواه ابن ماجه
Tidak henti-hentinya segolongan dari umatku menang tertolong.

الحمد لله رب العالمين.

(Dinukil dari عقيدة المسلم, "Aqidah Setiap Muslim", Penulis : Syaikh Muhammad Jamil Zainu)

Sumber : www.salafy.or.id

Baca Selengkapnya...

Aqidah Seorang Muslim - Tanya Jawab V

Penulis: Syaikh Muhammad Jamil Zainu

Soal 41 : Dari apa diciptakan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Jawaban : Allah menciptakan Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam dari nutfah.

Dalil dari AlQur’an :

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَة(غافر: من الآية67)
Dialah yang menciptakan kalian dari tanah kemudian dari nutfah.

Dalil dari sunnah :

[إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوماً نطفة] متفق عليه
Sesungguhnya seorang diantara kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya empat puluh hari sebagai nutfah.


Soal 42 : Apa hukum jihad dijalan Allah?
Jawaban : Jihad wajib dengan harta, jiwa dan lisan.

Dalil dari AlQur’an :

انْفِرُوا خِفَافاً وَثِقَالاً وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ(التوبة: من الآية41)
Berangkat lah jihad dalam kondisi ringan maupun berat dan berjihad lah dengan harta kalian dan jiwa kalian

Dalil dari sunnah :

[جاهدوا المشركين بأموالكم وأنفسكم وألسنتكم] صحيح رواه أبو داود.
Berjihad lah melawan orang-orang musyrikin dengan harta kalian, jiwa kalian dan lidah kalian

Soal 43 : Apa wala’ untuk orang beriman ?
Jawaban : Yaitu cinta, menolong orang-orang yang beriman yang bertauhid.

Dalil dari AlQur’an :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْض(التوبة: من الآية71)
Orang beriman laki dan perempuan sebagian mereka sebagai wali sebagian yang lainnya
Dalil dari sunnah :

[المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضاً] رواه مسلم
Orang mukmin bagi mukmin yang lainnya seperti satu bangunan sebagian menguatkan sebagian yang lainnya.

Soal 44 : Apakah boleh berloyalitas kepada orang kafir dan menolong mereka?
Jawaban : Tidak boleh berloyalitas kepada orang kafir dan menolong mereka.

Dalil dari Al-Qur’an :

وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُم(المائدة: من الآية51)
Barang siapa mengambil mereka sebagai wali maka sesungguhnya dia termasuk dari golongan mereka .

Dalil dari sunnah :

[إن آل بني فلان ليسوا لي بأولياء] متفق عليه
Sesungguhnya keluarga bani fulan bukan waliku [karena mereka orang kafir]

Soal 45 : Siapa wali itu ?
Jawaban : Wali adalah orang beriman yang bertaqwa?

Dalil dari AlQur’an :

أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُون الذين آمنوا وكانوا يتقونَ(يونس:62)
Ketauhilah sesungguhnya wali-wali Allah tidak ada rasa takut atas mereka juga tidak mereka sedih. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka bertaqwa.

Dalil dari sunnah :

[إن وليي الله وصالح المؤمنين] متفق عليه
Sesungguhnya waliku adalah Allah dan orang beriman yang sholeh

Soal 46 : Untuk apa Allah menurunkan Al-Qur’an.
Jawaban : Allah menurunkan Al-Quran untuk diamalkan.

Dalil dari AlQur’an :

اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاء(لأعراف: من الآية3)
Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Robb kalian dan jangan ikuti wali selainNya.

Dalil dari sunnah :

[اقروا القرآن واعملوا به ولا تستكثروا به] صحيح رواه أحمد
Bacalah AlQur’an dan amalkan, jangan engkau memperbanyak harta dengannya .

Soal 47 :Apakah kita mencukupkan diri dengan Alqur’an dari hadits.
Jawaban :Kita tidak mencukupkan diri dengan Al-Qur’an dari hadits.


Dalil dari AlQur’an :

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ(النحل: من الآية44)
Dan telah kami turunkan peringatan kepadamu agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka.

Dalil dari sunnah :

[ألا وإني أوتيت القرآن ومثله معه] صحيح رواه أبو داود
Ketauhilah sesungguhnya aku diberi AlQur’an dan sepertinya bersamanya.

Soal 48 : Apakah kita mendahulukan satu ucapan diatas ucapan Allah dan rasulNya.
Jawaban : Kita tidak mendahulukan satu ucapan diatas ucapan Allah dan RasulNya.

Dalil dari Al-Qur’an :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ(الحجرات: من الآية1)
Hai orang-orang beriman janganlah kalian mendahului dihadapan Allah dan RasulNya

Dalil dari sunnah :

[لا طاعة لأحد في معصية الله إنما الطاعة في المعروف] متفق عليه
Tidak ada ketaatan untuk seseorang dalam maksiat kepada Allah, tiada lain ketaatan itu ada dalam hal yang baik .

(Dinukil dari عقيدة المسلم, "Aqidah Setiap Muslim", Penulis : Syaikh Muhammad Jamil Zainu)

Sumber : www.salafy.or.id

Baca Selengkapnya...

Aqidah Seorang Muslim - Tanya Jawab IV

Penulis: Syaikh Muhammad Jamil Zainu

Soal 31: Apa hukum undang-undang yang bertentangan dengan Islam?
Jawaban: Mengamalkannya hukumnya kafir, jika ia membolehkannya.

Dalil dari AlQur’an :

)وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ)(المائدة: من الآية49)
Dan hukumilah diantara mereka dengan apa yang diturunkan oleh Allah

Dalil dari sunnah :
[ومن لم تحكم أئمتهم بكتاب الله ويتخيروا مما أنزل الله إلا جعل الله بأسهم بينهم شديد ]
Dan siapa yang pemimpin-pemimpin mereka tidak menghukumi dengan kitab Allah dan memilih dari apa yang Allah turunkan kecuali Allah jadikan permusuhan kuat diantara mereka.

Soal 32: Apakah boleh bersumpah dengan selain Allah?
Jawaban : Tidak boleh bersumpah kecuali dengan Nama Allah.

Dalil dari AlQur’an :

 بَلَى وَرَبِّي لَتُبْعَثُن(التغابن: من الآية7)
Ya pasti dan Demi Pemeliharaku sungguh kalian pasti dibangkitkan.

Dalil dari sunnah :

[من حلف بغير الله فقد أشرك] صحيح رواه أحمد
Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah sungguh telah musyrik [Hadits shohih riwayat Ahmad]

Soal 33 :Apakah boleh menggantungkan kalung pengaman dan jimat?
Jawaban :Tidak boleh menggantungkannya, karena termasuk syirik.

Dalil dari AlQur’an :

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلا كَاشِفَ لَهُ إِلا هُو(الأنعام: من الآية17)
Dan jika menimpamu suatu bahaya, maka tidak ada yang bisa menghilangkan kecuali Dia .

Dalil dari sunnah :

[من علق تميمة فقد أشرك] صحيح رواه أحمد
Barang siapa nmenggantungkan azimat maka ia telah musyrik .

Soal 34 : Dengan apa kita bertawassul kepada Allah?
Jawaban :Kita tawassul kepada Allah dengan nama-namaNya, sifat-sifatNya dan amal sholeh.

Dalil dari AlQur’an :

وَلِلَّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا (لأعراف: من الآية180)
Milik Allah nama-nama yang baik maka berdoalah dengannya.

Dalil dari sunnah :

[أسألك بكل اسم هو لك سميت به نفسك] صحيح رواه أحمد
Aku mohon kepadaMu dengan segala nama yang dia milikmu, Engkau beri nama dengannya akan DzatMu.


Soal 35 : Apakah doa memerlukan perantara makhluq?
Jawaban : Doa tidak memerlukan perantara.

Dalil dari Al-Qur’an :

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ(البقرة: من الآية186)
Jika hambaku bertanya kepadamu tentang Aku sesungguhnya Aku dekat, aku mengabulkan doa orang yang berdoa jika berdoa kepadaKu
Dalil dari sunnah :
[إنكم تدعون سميعاً قريباً وهو معكم] رواه مسلم
Sesungguhnya engkau berdoa kepada Dzat Yang Maha Mendengar Dekat, dan Dia bersamamu.

Soal 36 : Apa tugas yang diperankan rasul?
Jawaban : Tugas yang diperankan Rasul adalah menyampaikan wahyu.

Dalil dari AlQur’an :

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ (المائدة: من الآية67)
Wahai Rasul sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Robbmu.

Dalil dari sunnah :

[اللهم اشهد] مسلم
Ya Allah saksikanlah. [ini jawaban beliau atas ucapan sahabat yang berkata kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, menunaikan amanah, dan menasehati]

Soal 37 : Dari siapa kita mohon syafa’at nabi ?
Jawaban : Kita mohon syafaat Nabi dari Allah Subhanahu wa ta’ala.

Dalil dari Al-Qur’an :

قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعاً لَه(الزمر: من الآية44)
Katakanlah hanya milik Allah lah seruruh syafa’at

Dalil dari sunnah :

اللهم شفعه في [ أي شفع الرسول صلى الله عليه وسلم في] رواه الترمذي وقال حديث حسن.
Ya Allah jadikanlah dia [Rasul] pemberi syafa’at untukku.
Soal 38 : Bagaimana kita mencintai Allah dan Rasulullah ?
Jawaban :Cinta dengan bentuk ketaatan dan mengikuti perintah.

Dalil dari AlQur’an :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ (آل عمران: من الآية31)
Katakanlah jika anda mencintai Allah, maka ikutilah aku niscaya Allah mencintai kalian.

Dalil dari sunnah :

[لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين] البخاري
Tidaklah beriman seorang diantara kalian sehingga aku lebih ia cintai dari pada cintanya kepada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia. HR Bukhori.

Soal 39 : Apakah boleh berlebih-lebihan dalam memuji Rasulullah?
Jawaban : Kita tidak berlebih-lebihan dalam memuji Rasul.

Dalil dari AlQur’an :

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ ً(الكهف:110)
Katakanlah tiada lain saya hanya seorang manusia seperti kalian, telah diwahyukan kepadaku.


Dalil dari sunnah :

[لا تطروني كما أطرت النصارى ابن مريم فإنما أنا عبد فقولوا عبد الله ورسوله] البخاري
Jangan engkau lebih lebihkan saya sebagaimana Nasoro Melebih lebihkan Isa anak Maryam tiada lain saya seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya

Soal 40 : Siapa makhluq pertama kali.
Jawaban : Dari manusia Adam, dari benda pena.

Dalil dari AlQur’an :

إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَراً مِنْ طِينٍ(صّ:71)
Ingatlah ketika RobbMu berfirman kepada Malaikat sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.

Dalil dari sunnah :

[إن أول ما خلق الله القلم] رواه أبو داود والترمذي وقال حديث حسن
Pertama kali yang Allah ciptakan adalah pena.

(Dinukil dari عقيدة المسلم, "Aqidah Setiap Muslim", Penulis : Syaikh Muhammad Jamil Zainu)

Sumber : www.salafy.or.id

Baca Selengkapnya...

Aqidah Seorang Muslim - Tanya Jawab III

Penulis: Syaikh Muhammad Jamil Zainu

Soal 21 : Apakah boleh minta pertolongan kepada selain Allah
Jawaban: Tidak boleh minta pertolongan kecuali kepada Allah.

Dalil dari AlQur’an :

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ(الفاتحة:5)
Hanya kepadaMu lah kami menyembah .

Dalil dari sunnah :

[إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله] رواه الترمذي وقال حديث حسن.

Soal 22 : Apakah kita minta bantuan kepada yang hidup dan hadir?
Jawaban : Ya apa yang mereka mampu melakukan.

Dalil dari AlQur’an :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الْأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ (المائدة: من الآية2)
Tolong menolonglah dalam masalah kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam masalah dosa dan permusuhan.
Dalil dari sunnah :
إذا سألت فاسأل الله رواه الترمذي
Kalau engkau minta mintalah kepada Allah dan jika engkau minta pertolongan mintalah kepada Allah.

Dalil dari sunnah :

[والله في عون العبد ما دام العبد في عون أخيه]
Allah berada dalam membantu seorang hamba, selama hamba tadi dalam membantu saudaranya.

Soal 23 : Apakah boleh nadzar untuk selain Allah?
Jawaban : Tidak boleh nadzar kecuali untuk Allah.

Dalil dari AlQur’an :

 رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّراً فَتَقَبَّلْ مِنِّي(آل عمران: من الآية35)
Wahai Robbku sungguh aku bernadzar untukMu apa yang ada dalam perutku sebagai orang yang bebas [untuk berkhidmah di Masjid Al-Aqsho] maka terimalah dariku

Dalil dari sunnah :

[من نذر أن يطيع الله فليطعه ومن نذر أن يعصيه الله فلا يعصه]رواه البخاري.
Siapa yang bernadzar untuk taat kepada Allah hendaklah ia mentaatinya [melaksanakan nadzarnya] barang siapa bernadzar untuk maksiat, janganlah ia mendurhakaiNya [dengan tidak melaksanakan nadzarnya]

Soal 24 : Apakah boleh menyembelih untuk selain Allah?
Jawaban : Tidak boleh, karena hal itu termasuk syirik besar.
Dalil dari AlQur’an :

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ(الكوثر:2)
Maka sholatlah untuk Robbmu dan sembelihlah [untukNya saja].

Dalil dari sunnah :

[لعن الله من ذبح لغير الله] رواه مسلم
Semoga Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah.

Soal 25 : Apakah boleh thowaf di kuburan?
Jawaban : Tidak boleh thowaf kecuali di Ka’bah.

Dalil dari AlQur’an :

 وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ(الحج: من الآية29)
Dan thowaflah kalian di Rumah Atiq [Ka’bah].

Dalil dari sunnah :

[من طاف بالبيت سبعا وصلى ركعتين كان كعتق رقبة ] صحيح رواه ابن ماجه.
Barang siapa yang thowaf di Baitulloh tujuh kali dan sholat dua roka’at, adalah seperti memerdekakan budak.

Soal 26: Apakah boleh sholat sementara kuburan ada di depan anda?
Jawaban : Tidak boleh sholat kearah kuburan.


Dalil dari AlQur’an :

 فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ(البقرة: من الآية144)
Maka arahkan wajahmu ke Al-Masjidil Harom yaitu menghadaplah ke Ka’bah.

Dalil dari sunnah :

[لا تجلسوا على القبر ولا تصلّوا إليها]رواه مسلم.
Janganlah kalian duduk diatas kuburan dan janganlah sholat kepadanya.

Soal 27 : Apa hukum melakukan sihir?
Jawaban : Hukumnya melakukan sihir adalah kafir.

Dalil dari AlQur’an :

 وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْر(البقرة: من الآية102)
Akan tetapi setan setan itu kafir, mereka mengajari manusia sihir.

Dalil dari sunnah :

[ اجتنبوا الموبقات : الشرك بالله، والسحر ......رواه مسلم
Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan : syirik, sihir…..

Soal 28: Apakah kita boleh mempercayai dukun dan peramal ?
Jawaban:Kita tidak boleh mempercayai keduanya dalam memberitakan masalah ghoib.

Dalil dari AlQur’an :
قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ (النمل:65)
Katakanlah tidak ada yang di langit maupun di bumi yang mengetaui tentang ghoib kecuali Allah dan mereka tidak sadar kapan dibangkitkan.

Dalil dari sunnah :

[من أتى عرافاً أو كاهناً فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد] صحيح رواه أحمد.
Barang siapa yang mendatangi para normal atau dukun kemudian membenarkan apa yang dikatakan sungguh ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.

Soal 29 : Apakah ada yang mengetahui yang ghoib?
Jawaban : Tidak ada satupun yang mengetahui yang ghoib kecuali Allah.

Dalil dari AlQur’an :

[وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ )(الأنعام: من الآية59)
Dan di sisiNya kunci-kunci ghoib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia.

Dalil dari sunnah :

[لا يعلم الغيب إلا الله] حسن رواه الطبراني
Tidak ada yang mengetahui yang ghoib kecuali Dia [Hadits hasan Riwayat Tobarony]

Soal 30 :Dengan hukum apa kaum muslimin wajib menghukumi?
Jawaban : Mereka wajib menghukumi dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ(المائدة: من الآية44)
Dan siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, mereka adalah orang-orang kafir.

Dalil dari sunnah :

[الله هو الحكم وإليه المصير] حسن رواه أبو داود
Allah adalah penentu hukum, dan kepada-Nya tempat kembali. Hadits hasan diriwayatkan oleh Abu Dawud.

(Dinukil dari عقيدة المسلم, "Aqidah Setiap Muslim", Penulis : Syaikh Muhammad Jamil Zainu)

Sumber : www.salafy.or.id

Baca Selengkapnya...

Aqidah Seorang Muslim - Tanya Jawab II

Penulis: Syaikh Muhammad Jamil Zainu

Soal 11 :Apakah Alloh bersama kita dengan ilmuNya atau dengan DzatNya?
Jawaban : Allah bersama kita dengan ilmuNya mendengar dan melihat.

Dalil dari AlQur’an :

قَالَ لا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى(طـه:46)
Alloh berfirman : jangan kalian berdua takut sungguh Aku bersama kalian berdua mendengar dan melihat.

Dalil dari sunnah :

إنكم تدعون سميعاً قريباً وهو معكم [رواه مسلم]
Sesungguhnya kalian menyeru Dzat Yang Maha Mendengar Maha dekat dan Dia bersama kalian. Yaitu dengan IlmuNya melihat dan mendengar kalian

Soal 12 : Apa dosa yang paling besar?
Jawaban : Dosa yang paling besar sirik menyekutukan Alloh?

Dalil dari AlQur’an :

يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ(لقمان: من الآية13)
Wahai anakku janganlah engkau menyekutukan Alloh, sesungguhnya syirik itu kedholiman yang besar.

Dalil dari sunnah :

[سئل صلى الله عليه وسلم أي الذنب أعظم قال : أن تدعو لله ندّاً وهو خلقك] رواه مسلم
Nabi saw ditanya tentang dosa apa yang paling besar. Beliau bersabda : engkau menyeru bandingan untuk Alloh sedang Dia telah menciptakan kamu

Soal 13 : Apa syirik besar itu?
Jawaban : Yaitu mengarahkan ibadah untuk selain Alloh seperti doa.

Dalil dari AlQur’an :

قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلا أُشْرِكُ بِهِ أَحَداً(الجـن:20)
Katakanlah tiada lain saya menyeru [berdoa] kepada Robbku dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun.
Dalil dari sunnah :
[أكبر الكبائر الإشراك بالله] رواه البخاري
Dosa yang paling besar dari dosa-dosa besar adalah menyekutukan Alloh.
Soal 14 : Apa bahaya syirik besar?
Jawaban : Syirik besar penyebab kekal di neraka?

Dalil dari Al Qur’an :

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ (المائدة: من الآية72)
Sesungguhnya siapa yang menyekutukan Alloh maka sungguh Alloh telah mengharamkan atasnya sorga dan tempat tinggalnya di neraka.

Dalil dari sunnah :

[من مات يشرك بالله شيئاً دخل النار] رواه مسلم
Barang siapa mati dalam keadaan menyekutukan Alloh dengan sesuatu pasti masuk neraka

Soal 15 : Apakah amalan bermanfaat jika dibarengi kesyirikan
Jawaban: Amal tidak bermanfaat yang dibarengi dengan syirik.

Dalil dari AlQur’an :

 وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ(الأنعام: من الآية88)
Kalau mereka menyekutukan sungguh gugurlah apa yang mereka amalkan.

Dalil dari sunnah :
[من عمل عملاً أشرك فيه معي غيري تركته وشركه]رواه مسلم
Barang sipa yang beramal suatu amalan ia menyekutukan didalamnya selain Aku, Aku tinggalkan dia dan sekutunya

Soal 16: Apakah kesyirikan itu ada di kalangan kaum muslimin.

Jawaban : Ya ! banyak dan amat di sayangkan.

Dalil dari AlQur’an :

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ (يوسف:106)
Dan tidaklah beriman kepada Alloh kebanyakan mereka kecuali mereka berbuat syirik.

Dalil dari sunnah :

[لا تقوم الساعة حتى تلحق قبائل من أمتي بالمشركين وحتى تعبد الأوثان] صحيح رواه الترمذي
Tidaklah terjadi kiamat sehingga beberapa kabilah dari umatku bergabung dengan musyrikin dan sehingga berhala disembah.

Soal 17 : Apa hukum berdoa kepada selain Alloh seperti para wali?
Jawaban : Berdoa kepada mereka suatu kesyirikan memasukkan ke neraka.

Dalil dari AlQur’an :

فَلا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ فَتَكُونَ مِنَ الْمُعَذَّبِينَ(الشعراء:213)
Maka jangan engkau seru bersama Alloh Ilah yang lain maka engkau termasuk orang yang disiksa.

Dalil dari sunnah :

[من مات وهو يدعو من دون الله ندّاً دخل النار] رواه البخاري
Barang siapa mati dan dia menyeru selain Alloh sebagai bandingan pastilah ia masuk neraka.

Soal 18 : Apakah doa itu ibadah kepada Alloh?
Jawaban : Ya doa adalah ibadah kepada Alloh ta’aala.

Dalil dari AlQur’an :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ (غافر: من الآية60)
Robbmu berfirman : berdoalah kepadaKu pasti aku kabulkan buat kalian

Dalil dari sunnah :
[الدعاء هو العبادة] رواه الترمذي وقال حديث صحيح
Doa itu ibadah .

Soal 19 : Apakah orang mati mendengar doa?
Jawaban : Orang-orang mati tidak mendengar doa.

Dalil dari AlQur’an :

إِنَّكَ لا تُسْمِعُ الْمَوْتَى (النمل: من الآية80)
Sesungguhnya engkau tidak memperdengarkan orang mati .
وَمَا أَنْتَ بِمُسْمِعٍ مَنْ فِي الْقُبُورِ(فاطر: من الآية22)
. Dan tidak engkau memperdengarkan orang yang ada dalam kuburan.

Dalil dari sunnah:

إن لله ملائكة سياحين في الأرض يبلغون عن أمتي السلام صحيح رواه أحمد.
Sesungguhnya Alloh memiliki Malaikat-Malaikat yang terbang ke berbagai tempat di bumi menyampaikan kepadaku salam dari umatku.


Soal 20 : Apakah kita minta bantuan kepada orang mati?
Jawaban: Kita tidak minta bantuan kepada mereka, bahkan kita istighotsah dengan Alloh.

Dalil dari AlQur’an :

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ (لأنفال: من الآية9)
Ingatlah ketika kalian istigotsah kepada Robb kalian maka Dia mengabulkan kalian.

Dalil dari sunnah :

[كان إذا أصابه هم أو غم قال : يا حي يا قيوم برحمتك أستغيث]حسن
Adalah Nabi jika terkena kesusahan dan kesedihan beliau berdoa : wahai Dzat Yang Maha Hidup, Wahai Dzat Yang Mengurusi MakhluqNya dengan rahmatMu aku beristighotsah.

(Dinukil dari عقيدة المسلم, "Aqidah Setiap Muslim", Penulis : Syaikh Muhammad Jamil Zainu)

Sumber : www.salafy.or.id

Baca Selengkapnya...

Aqidah Seorang Muslim - Tanya Jawab I

Penulis: Syaikh Muhammad Jamil Zainu

Soal 1 : Untuk apa Alloh menciptakan kita?
Jawaban :Dia menciptakan kita agar beribadah kepadaNya serta tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun.

Dalil dari AlQur’an :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ (الذريات:56)
Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaKu.

Dalil dari sunnah :
)حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئاً ( متفق عليه
Hak Alloh atas hambaNya bahwa mereka menyembahNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun

Soal 2: Bagaimana kita menyembah Alloh ta’ala?
Jawaban: Sebagaimana Alloh dan RosulNya perintahkan.

Dalil dari AlQur’an :
 َمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ(البينة: من الآية5)

Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar beribadah kepada Alloh dengan hanya mengikhlaskan diin untukNya.

Dalil dari sunnah :
[ من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو ردّ ] رواه مسلم
Barang siapa melakukan suatu amal yang tidak ada dalam perkara kami maka amalan itu tertolak .

Soal 3 : Apakah kita menyembah kepada Alloh dengan perasaan takut dan harapan?
Jawaban :Ya! Kita menyembahnya Alloh dengan rasa takut dan harapan

Dalil dari AlQur’an :
وَادْعُوهُ خَوْفاً وَطَمَعاً(الأعراف: من الآية56)
Dan serulah Dia oleh kalian dalam kondisi takut[dari neraka] dan harap [kepada sorga]

Dalil dari sunnah :
[أسأل الله الجنة وأعوذ به من النار] صحيح رواه أبو داود
Saya mohon Alloh sorga dan berlindung denganNya dari neraka.

Soal 4 : Apa yang dimaksudkan Ihsan dalam ibadah?
Jawaban : merasa diawasi oleh Alloh saja, yang Dia selalu melihat kita.

Dalil dari AlQur’an :
 إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً(النساء: من الآية1)
Sesungguhnya Alloh atas kalian selalu mengawasi.
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ (الشعراء:218)
Yang melihatmu ketika engkau berdiri[untuk sholat]

Dalil dari sunnah :
[ الإحسان أن تعبدوا الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك] رواه مسلم.
Ihsan adalah engkau menyembah Alloh seakan-akan engkau melihatNya, dan jika engkau tidak melihatNya sesungguhnya Dia melihatmu.

Soal 5 : Untuk apa Alloh mengutus para rasul?
Jawaban :Untuk mengajak beribadah kepadaNya dan menghilangkan penyekutuan dariNya.
Dalil dari AlQur’an :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوت (النحل: من الآية36)
Dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul hendaklah kalian menyembah Alloh dan menjauhi thoghut.

Dalil dari sunnah :

[والأنبياء إخوة ودينهم واحد] متفق عليه
Para nabi itu bersaudara dan agama mereka satu . ya’ni semua rasul mengajak kepada tauhid.

Soal 6 : Apa yang dimaksud dengan tauhid Ilah ?
Jawaban : MengesakanNya dengan Ibadah, do’a, nadzar dan hukum.

Dalil dari AlQur’an :

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا اللَّه(محمد: من الآية19)
Ketauhilah bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan haq kecuali Alloh.


Dalil dari sunnah :
[فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله] متفق عليه
Hendaklah yang pertama kali yang engkau menyeru mereka kepadanya persaksian bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Alloh.

Soal 7 : Apa makna ungkapan : laa ilaaha illalloh.
Jawaban :Tidak ada yang disembah dengan haq kecuali Alloh.

Dalil dari AlQur’an :

ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِل(الحج: من الآية62)
Demikian itu karena Alloh adalah Dialah yang haq dan apa yang mereka seru selainnya adalah yang batil.

Dalil dari sunnah :

[من قال لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه] رواه مسلم .
Barang siapa yang berkata : tidak ada Ilah yang haq disembah kecuali Alloh, haramlah hartanya [untuk diambil] dan darahnya [untuk ditumpahkan] HR Muslim]

Soal 8 : Apa ma’na tauhid dalam masalah sifat Alloh?
Jawaban : Mengukuhkan apa yang disifatkan Alloh dan RasulNya untuk diriNya.

Dalil dari AlQur’an :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ(الشورى: من الآية11)
Tidak ada yang seperti Dia sesuatupun, dan Dia Maha Mendengar dan Melihat.

Dalil dari sunnah :

[ينـزل ربنا تبارك وتعالى في كل ليلة إلى السماء الدنيا] متفق عليه
Robb kita Yang Maha Agung dan Tinggi setiap malam turun ke langit dunia [mutafaqun ‘alaihi] turun sesuai dengan keagunganNya dan kesucianNya

Soal 9 : Apa faedah tauhid bagi seorang muslim.
Jawaban : Petunjuk di dunia dan keamanan di akherat.

Dalil dari AlQur’an :

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ(الأنعام:82)
Orangorang yang beriman dan tidak mencampur keimanan mereka dengan kedholiman[kesyirikan] mereka mendapatkan keamanan dan merekalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.

Dalil dari sunnah :

[حق العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيئاً] متفق عليه
Hak hamba terhadap Alloh bahwa Dia tidak menyiksa orang yang tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun

Soal 10 : dimana Alloh?
Jawaban : Alloh di atas langit diatas Arsy .

Dalil dari AlQur’an :

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى(طـه:5)
ArRohman [Alloh Yang Maha Pengasih] bersemayam di atas Arsy.

Dalil dari sunnah :

[إن الله كتب كتاباً إن رحمتي سبقت غضبي فهو مكتوب عنده فوق العرش] روها البخاري
Sesungguhnya Alloh telah menulis buku : yang tertulis di dalamnya] sesungguhnya RahmatKu mengalahkan kemurkaanKu kitab itu tertulis di sisiNya di atas Arsy.

(Dinukil dari عقيدة المسلم, "Aqidah Setiap Muslim", Penulis : Syaikh Muhammad Jamil Zainu)

Sumber : www.salafy.or.id

Baca Selengkapnya...

Ngalap Berkah ala Jahiliyyah

Ngalap berkah alias mencari berkah ( التَّبَرُّكُ ) merupakan ibadah yang harus didasari keikhlasan dan ilmu, sebab sebagian orang salah dalam memahami makna ngalap berkah. Mestinya seseorang mencari berkah dari Allah -Ta’ala-, tapi mereka mencari berkah pada makhluk, dan tempat-tempat yang tidak dibenarkan oleh Allah -Azza wa Jalla-.

Realita ngalap berkah yang salah dan batil seperti ini, amat banyak kita temukan di bawah kolong langit. Tidak usah jauh melihat, lirik saja pemandangan aneh di Solo dengan adanya sekelompok manusia yang ngalap berkah (mencari berkah) dari seekor kerbau bernama "Kiyai Slamet". Sedihnya, mereka berebutan kotoran si kerbau dengan anggapan bahwa kotoran itu memiliki berkah yang bisa mendatang kebaikan dan menolak bala’. Na’udzu billah minasy syirki wa ahlihi.

Toleh saja kepada sekelompok manusia yang mengaku muslim saat mereka mendatangi kuburan orang-orang yang dianggap sholeh alias wali-wali, seperti kuburan Wali Songo, kuburan Syaikh Yusuf (Gowa, Sulsel). Mereka mendatangi kuburan-kuburan itu dengan meyakini bahwa penghuni kuburan memiliki berkah yang layak dicari dan diminta dari mereka. Demi mendapatkan berkah ini, disana mereka melakukan berbagai macam ritual ibadah yang tak pernah Allah perintahkan untuk dilakukan, seperti menyirami kuburan "wali-wali" tersebut dengan wewangian bercampur air, menabur bunga di atasnya, mengusap nisannya, membaca Al-Qur’an dan lainnya, melaksanakan sholat sunnah, bernadzar, menyembelih hewan ternak, berdoa di sisinya, dan banyak lagi macam ibadah dilakukan disana. Semua ini mereka lakukan sebagai bentuk ngalap berkah ( التَّبَرُّكُ ) dari selain Allah -Ta’ala-. Allah tak pernah memerintahkan hal tersebut, sebab itu adalah kesyirikan yang dahulu dilakoni oleh kaum Quraisy.

Para pembaca yang budiman, BERKAH ( الْبَرَكَةُ ), bila ditilik maknanya, maka ia berarti banyaknya, tetapnya, dan kontinyunya sesuatu yang memiliki kebaikan. Dengan kata lain, berkah itu adalah kebaikan yang banyak dan kontinyu pada sesuatu. [Lihat At-Tamhid li Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 160) oleh Syaikh Sholih bin Abdil Aziz At-Tamimiy, dan Tahdzib Al-Lughoh (3/373)]

Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah menerangkan bahwa berkah hanyalah berasal dari Allah -Azza wa Jalla-. Dialah yang berhak memberikan berkah kepada sesuatu, bukan makhluk !!! Allah -Azza wa Jalla- berfirman,

"Maha Berkah Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam".(QS. Al-Furqon : 1)

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman tentang Nabi Ibrahim,

"Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan diantara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata".(QS. Ash-Shooffat : 113)

Allah Robbul alamin berfirman,

"Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja Aku berada, dan dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup". (QS. Maryam : 31)

Tiga ayat di atas adalah dalil qoth’iy yang menunjukkan bahwa yang memberikan berkah (kebaikan yang banyak) kepada makhluk, hanyalah Allah -AzzawaJalla-, bukan makhluk. Ayat-ayat mulia ini merupakan bantahan keras atas para kiyai dan anre guru (sebutan kiyai di Sulsel) yang mengajarkan kepada para muridnya untuk mencari berkah dari sang kiyai saat mereka berjabat tangan dengan si kiyai atau menyentuh badannya.

Ketahuilah bahwa seseorang tak boleh menetapkan adanya berkah pada sesuatu, kecuali berdasarkan dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Adapun kiyai, maka tak ada dalil yang menunjukkan adanya berkah pada tangan dan tubuh mereka. Jika ada yang menetapkannya pada si kiyai, maka ia adalah seorang pendusta lagi menyalahi petunjuk wahyu.

Ngalap berkah dari sesuatu yang tidak diperintahkan dan tidak dibolehkan oleh Allah merupakan kebiasaan kaum musyrikin pada berhala-berhala mereka. Kaum musyrikin dahulu, mereka mencari berkah pada Laata, Uzza, Manaat, dan lainnya.

Allah -Ta’ala- berfirman menyinggung sembahan-sembahan batil yang biasa diharapkan berkahnya oleh orang-orang Quraisy,

Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Laata dan Uzza, serta Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)nya. mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka. Dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka". (QS. An-Najm : 19-23)

Tahukah kalian siapakah ketiga sembahan-sembahan batil ini??! Silakan dengar jawabannya dari pemaparan Al-Imam Ibnu Katsir -rahimahullah- dalam Tafsir-nya, "Laata adalah sebuah batu putih yang terukir. Di atasnya terdapat sebuah rumah (bangunan) yang memiliki kelambu dan penjaga (security). Di sekitarnya terdapat pekarangan yang diagungkan oleh penduduk Tha’if, yaitu suku Tsaqif, dan orang-orang yang mengikuti mereka. Mereka membangga-banggakan Laata atas suku lain di antara suku-suku Arab setelah Quraisy". [Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim (7/455)]

Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa Laata adalah kuburan seorang laki-laki yang dahulu menumbuk gandum untuk para jama’ah haji di zaman jahiliyah. Ibnu Abbas -radhiyallahuanhuma- berkata,

كَانَ يَلُتّ السَّوِيق عَلَى الْحَجَر فَلَا يَشْرَب مِنْهُ أَحَد إِلَّا سَمِنَ ، فَعَبَدُوهُ

"Laata adalah seorang laki-laki yang biasa menumbuk gandum di atas batu. Tak ada seorang pun yang minum darinya, kecuali ia akan menjadi gemuk. Akhirnya, merekapun menyembah Laata". [HR. Ibnu Abi Hatim sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafizh dalam Fathul Bari (8/612)]

Dua pendapat ini tidaklah bertentangan, sebab orang yang menyatakan bahwa Laata adalah sebuah batu putih tidaklah menyelisihi orang yang menyatakan Laata adalah kubur atau penghuninya. Boleh jadi, batu itu adalah batu nisan yang diletakkan di atas kubur sehingga jika seseorang mengagungkan batu itu, maka secara tak langsung ia telah mengagungkan penghuninya. [Lihat Taisir Al-Aziz Al-Hamid (hal. 137) oleh Syaikh Sulaiman bin Abdillah At-Tamimiy, cet. Alam Al-Kutub, dengan tahqiq Muhammad Aiman bin Abdillah As-Salafiy, 1419 H]

Sedang Manat adalah sebuah arca milik suku Hudzail dan Khuza’ah di daerah Qudaid yang terletak antara Makkah dan Madinah [Lihat An-Nihayah fi Ghorib Al-Hadits (4/808) oleh Ibnul Al-Atsir]

Adapun Uzza, kata Ibnu Jarir -rahimahullah-, "Uzza adalah sebuah pohon. Di atasnya terdapat bangunan dan kelambu yang terletak di daerah Nakhlah antara Makkah, dan Tha’if . Dahulu orang-orang Quraisy mengagungkannya". [Lihat Jami' Al-Bayan fi Tafsir Ayil Qur'an ()]

Pohon sembahan inilah yang telah ditebas oleh Panglima Islam, Kholid bin Al-Walid atas perintah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-,

Dari Abu Ath-Thufail, ia berkata,

لمَاَّ فَتَحَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَكَّةَ بَعَثَ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ إِلَى نَخْلَةَ وَكَانَتْ بِهَا الْعُزَّى, فَأَتَاهَا خَالِدٌ وَكَانَتْ عَلَى ثَلاَثِ سَمُرَاتٍ, فَقَطَعَ السَّمُرَاتِ وَهَدَمَ الْبَيْتَ الَّذِيْ كَانَ عَلَيْهَا, ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ, فَقَالَ: اِرْجِعْ فَإِنَّكَ لَمْ تَصْنَعْ شَيْئًا, فَرَجَعَ خَالِدٌ, فَلَمَّا أَبْصَرَتْ بِهِ السَّدَنَةُ وَهُمْ حَجَبَتُهَا أَمْعَنُوْا فِي الْجَبَلِ وَهُمْ يَقُوْلُوْنَ: يَا عُزَّى, فَأَتَاهَا خَالِدٌ, فَإِذَا هِيَ امْرَأَةٌ عُرْيَانَةٌ نَاشِرَةٌ شَعْرَهَا تَحْتَفِنُ التُّرَابَ عَلَى رَأْسِهَا, فَعَمَّمَهَا بِالسَّيْفِ حَتَّى قَتَلَهَا, ثُمَّ رَجَعَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: تِلْكَ الْعُزَّى

"Tatkala Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- telah merebut kota Makkah, maka beliau mengutus Kholid bin Al-Walid ke daerah Nakhlah, sedang di sana terdapat Uzza. Kholid pun mendatanginya, dan Uzza berupa tiga pohon berduri. Kemudian Kholid menebas pohon-pohon tersebut, dan merobohkan bangunan yang terdapat di atasnya. Lalu ia mendatangi Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- seraya mengabarkan hal itu kepada beliau. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, "Kembalilah, karena engkau belum berbuat apa-apa". Kholid pun kembali. Tatkala ia dilihat para security (para penjaga) Uzza, maka mereka mengintai di atas gunung seraya mereka berkata, "Wahai Uzza". Kemudian Kholid mendatangi Uzza, tiba-tiba ada seorang wanita telanjang yang mengurai rambutnya sambil menaburkan debu di atas kepalanya. Akhirnya Kholid menebas wanita itu dengan pedang sehingga ia membunuhnya. Beliaupun kembali ke Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- seraya mengabarkan hal itu. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, "Itulah Uzza". [HR. An-Nasa'iy dalam As-Sunan Al-Kubro (6/474/no. 11547), dan Abu Ya'laa Al-Maushiliy dalam Al-Musnad (no. 902). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Ali bin Sinan dalam Takhrij Fath Al-Majid (no. 103)]

Hadits ini merupakan dalil bahwa jika ada sebuah pohon yang dikeramatkan, disembah, dan diharapkan berkah atau kebaikannya, maka diwajibkan bagi penguasa muslim untuk menebangnya demi menutup pintu kesyirikan. Karena mengagungkan suatu pohon dan mengkeramatkannya sehingga diharapkan berkahnya merupakan kebiasaan jahiliyyah yang telah lama dilakukan orang-orang Yahudi, dan kaum paganisme alias penyembah berhala.

Inilah yang pernah diceritakan oleh Abu Waqid Al-Laitsiy -radhiyallahu anhu-,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا خَرَجَ إِلَى حُنَيْنٍ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ

"Tatkala Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- keluar menuju Hunain, maka beliau melewati sebuah pohon milik kaum musyrikin yang disebut dengan "Dzatu Anwath (Yang memiliki gantungan)". Mereka menggantungkan padanya senjata-senjata mereka. Mereka pun berkata, "Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath". Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, "Subhanallah, Ini bagaikan sesuatu yang pernah diucapkan kaumnya Musa, "Buatlah untuk kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)". (QS. Al-A’raaf : 138)

Demi (Allah)Yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalian akan benar-benar mengikuti jalan hidupnya orang-orang sebelum kalian". [HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan (2180), Ahmad dalam Al-Musnad (5/218), dan lainnya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Jilbab Al-Mar'ah Al-Muslimah (hal. 202)]

Seorang ulama Andalusia, Al-Imam Abu Bakr Muhammad bin Al-Walid Al-Fihriy (wft 530 H) yang dikenal dengan "Ath-Thurthusiy" -rahimahullah- berkata saat mengomentari hadits di atas, "Perhatikanlah –semoga Allah merahmati kalian-, dimanapun kalian temukan sebuah pohon bidara atau pohon apa saja yang didatangi oleh manusia, dan mereka mengagungkan keberadaan pohon itu, mengharapkan kesembuhan darinya, mereka menggantungkan padanya paku-paku dan kain-kain, maka pohon itu adalah Dzatu Anwath. Karena itu, tebanglah pohon itu". [Lihat Kitab Al-Hawadits wa Al-Bida' (hal. 38-39) oleh Ath-Thurthusiy, dengan tahqiq Ali bin Hasan Al-Halabiy, cet. Dar Ibn Al-Jauziy, 1419 H]

Syaikhul Islam Ahmad Ibnu Abdil Halim An-Numairiy -rahimahullah- berkata, "Barangsiapa yang mendatangi suatu tempat sedang ia mengharapkan kebaikannya dengan mendatanginya, tapi syari’at tidak menganjurkannya hal itu, maka hal itu termasuk kemungkaran. Sebagiannya lebih parah dari yang lainnya, sama saja apakah tempat itu berupa pohon atau mata air, saluran air, gunung, atau gua; sama saja apakah ia mendatanginya untuk sholat di sisinya, berdoa di sisinya, atau membaca Al-Qur’an di sisinya, berdzikir kepada Allah di sisinya, beribadah (tirakatan) di sisinya, dimana ia telah mengkhususkan tempat itu dengan sejenis ibadah yang tempat itu tak pernah disyari’atkan untuk dikhususkan dengan suatu ibadah, baik tempat itu sendiri atau sejenisnya". [Lihat Iqtidho Ash-Shiroth Al-Mustaqim (2/118)]

Jadi, mendatangi suatu tempat, baik itu berupa pohon, kuburan, bangunan, dan lainnya dengan niat mencari berkah dan kebaikan merupakan kebiasaan jahiliyah yang harus ditinggalkan seorang muslim, yakni seorang muslim yang mau menapaki jalan dan petunjuk Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya.

Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 128 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)

Sumber : http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/ngalap-berkah-ala-jahiliyyah.html#more-735

Baca Selengkapnya...

Daurah Sidrap - Rabi'ul Tsani 1431 H

JADWAL DAURAH BULANAN DI KAB. SIDRAP, SUL-SEL.

Bismillahirrahmanirrahiim

Berikut Jadwal Kegiatan DAURAH SALAFIYAH Yang Insya Allah akan dilaksanakan setiap bulan di Kab. Sidrap pada pekan ke-4 (Sabtu – Ahad) yang akan dibawakan oleh :

AL-USTADZ ABU ‘ABDILLAH KHIDIR BIN MUHAMMAD SANUSI hafidzahullah
(Murid Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah / Pengasuh Pondok Pesantren As-Sunnah, Makkassar)

Jadwal Untuk Bulan ini : Rabi'ul Tsani 1431 H. / Maret 2010 M.

Hari 1 : Sabtu, 11 Rabi'ul Tsani 1431 H. / 27 Maret 2010 M.

KAJIAN KITAB RIYADHUS SHALIHIN
(Taman Orang-orang Shalih)
Karya : Imam An-Nawawi rahimahullah
Pukul : 18.40 – 19.20 WITA (Maghrib – Isya’)

Tempat : MASJID AS-SUNNAH, Desa Teppo, Massepe, Kec. Tellu LimpoE, Kab. Sidrap (Terbuka untuk Umum : Ikhwan dan Akhwat)

Hari 2 : Ahad, 12 Rabi'ul Tsani 1431 H. / 28 Maret 2010 M.

1. KAJIAN KITAB SYARH MASA’ILUL JAHILIYAH
(Penjelasan tentang perkara-perkara jahiliyah)
Karya : Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
Syarah : Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzhahullah
Pukul : 09.30 – 11.00 WITA

2. KAJIAN KITAB SHAHIH SIRAH NABAWIYAH
(Sejarah Perjalanan Hidup Rasulullah Shallalahu 'alaihi wasallam)
Karya : Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah
Tahqiq : Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany rahimahullah
Pukul : 11.00 – Dzhuhur

3. TAUSIYAH / CERAMAH UMUM / TANYA JAWAB
Pukul : 12.35 – 13.00 WITA

Tempat : MASJID AS-SUNNAH, Dusun II Labempa, Desa KaniE, Kec. MaritengngaE Kab. Sidrap (Terbuka untuk Umum : Ikhwan dan Akhwat)

Daurah Hari ke-2 ini merupakan DAURAH GABUNGAN yang biasa diikuti oleh :

1. Ikhwah Kab. Sidrap selaku tuan rumah.
2. Ikhwah Kota Pare-pare.
3. Ikhwah Kab. Pinrang.
4. Ikhwah Kab. Bone.
5. Ikhwah Kab. Wajo.
6. Ikhwah Kab. Soppeng.
7. Ikhwah Kab. Enrekang.
8. Ikhwah Kab. Polman, Sul-Bar.

Informasi Silakan hubungi :
• Al-Akh Abu Mujahid, (Masjid As-Sunnah, Massepe) 081 342 289 079.
• Al-Akh Abu Yahya, (Masjid As-Sunnah, KaniE) 085 255 600 618.
• Al-Akh Abdul Majid Said, 081 355 132 485.

Baca Selengkapnya...

Mengapa Saya Keluar dari Wahdah Islamiyah? (Muqaddimah)

بسم الله الرحمن الرحيم

Mengapa Saya Keluar dari Wahdah Islamiyah?
Abu Abdillah Sofyan Chalid bin Idham Ruray
(Mantan Kader & Da’i Wahdah Islamiyah Makassar)
-حفظه الله تعالى وغفر له ولوالديه ولجميع المسلمين-

Editor : Al-Ustadz Abdul Qodir
Muroja’ah : Al-Ustadz Dzulqarnain

Pada risalah ringkas ini -Insya Allah- saya akan menjelaskan latar belakang kenapa saya keluar dari Wahdah Islamiyah (WI) yang berpusat di Makassar. Dengan harapan, semoga yang sedikit ini bisa menjadi nasehat kepada mereka yang masih setia bersama WI secara khusus, dan kepada kaum Muslimin secara umum.

Namun risalah yang ringkas ini bukanlah sebuah rincian ilmiah yang disertai dalil-dalil dan penjelasan para ulama tentang penyimpangan-penyimpangan WI. Tetapi hanyalah merupakan pengungkapan bukti-bukti yang dilihat oleh mata kepala dan didengar oleh telinga, baik itu berupa penyimpangan itu sendiri, maupun sekedar syawahid (penguat)nya. Sebab rincian pembahasan ilmiahnya telah sangat jelas dipaparkan oleh beberapa asatidzah (para ustadz). Diantaranya:

1. Nasehat Ilmiah tentang Kesesatan Wahdah Islamiyah, Al-Ustadz Dzulqarnain
2. Bantahan Manhaj Muwazanah, Al-Ustadz Abu Karimah Askari
3. Bantahan Istidlal Manhaj Muwazanah, Al-Ustadz Luqman Jamal, Lc
4. Bantahan kepada Ust. Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc, oleh Al-Ustadz Abu Fa’izah Abdul Qodir, Lc
5. Bantahan kepada Ust. Jahada Mangka, Lc, oleh Al-Ustadz Abu Fa’izah Abdul Qodir, Lc

Sampai hari ini, saya masih mengira sebagian besar Asatidzah WI belum mendengarkan, atau membaca -secara seksama- penjelasan dari asatidzah Salafiyyin di atas. Karena saya berprasangka baik -Insya Allah-, apabila mereka mencoba memahami dengan baik argumen-argumen ilmiah yang ada dalam nasehat-nasehat tersebut, maka -Insya Allah- mereka akan mengakui kebenarannya[1].

Risalah ringkas ini sekedar mengingatkan beberapa perkara.

* Pertama, penyimpangan-penyimpangan dalam tubuh WI yang diingatkan oleh asatidzah Salafiyin adalah benar-benar ada.
* Kedua, para anggota dan simpatisan WI –semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepadaku dan kepada kalian semuanya- hendaklah mendengarkan atau membaca dengan seksama dan penuh kejujuran semua argumen-argumen ilmiah yang ada dalam nasehat-nasehat saudara kalian (asatidzah Salafiyin), yang menginginkan keselamatan kalian –Insya Allah-.

Sebelumnya, perlu saya tekankan bahwa ini merupakan nasehat -Insya Allah-; tidak ada yang saya inginkan kecuali perbaikan sesuai yang saya mampu. Sebab diantara syubhat kalangan WI ketika ada orang yang menasehati mereka, mereka akan membantahnya pertama kali dengan menyalahkan cara menasehatinya dan membesar-besarkan perkara ini kepada anggota-anggotanya. Diantara bentuknya:

* Pertama : Perkataan mereka, "Tidak boleh membeberkan penyimpangan-penyimpangan WI secara terang-terangan, sebab itu artinya ghibah dan membuka aib saudara sendiri".

Jawab :

* Sebagaimana telah dimaklumi dari penjelasan para Ulama, diantaranya al-Imam an-Nawawirahimahullah dalam kitabnya Riyadhus Shalihin[2], bahwa ghibah tidak semuanya terlarang. Ghibah untuk membongkar penyimpangan suatu kaum agar mereka meninggalkan penyimpangan tersebut bukanlah ghibah yang terlarang. Kalau pun mereka tidak meninggalkannya, maka itu menjadi nasehat kepada kaum muslimin agar berhati-hati dengan kaum tersebut serta penyimpangan yang ada pada mereka.
* Ketika penyimpangan-penyimpangan tersebut telah tersebar luas, bahkan sebagiannya tersebar melalui media internet dan lainnya, maka perlu untuk menyingkap penyimpangan-penyimpangan tersebut juga secara luas agar lebih merata penyampaiannya.

* Kedua : Perkataan mereka, "Sebenarnya tidak ada perbedaan pendapat antara WI dan Salafy, yang ada hanya beda pendapatan".

Jawab:

1. Perkataan ini adalah akhlaq yang tidak terpuji, karena berprasangka buruk dan mengandung tuduhan jelek kepada saudara sesama muslim.
2. Seorang Salafy sejati -Insya Allah- dalam nasehatnya tidaklah menginginkan dunia dari WI dan lainnya, serta tidak pula ingin seperti WI atau melebihi WI dalam hal keduniaan ketika menasehati WI.
3. Insya Allah , saya akan menjelaskan diantara perbedaan WI dengan Salafy, yang menjadi sebab kenapa saya keluar dari WI

* Ketiga : Perkataan mereka, "Dengan membeberkan kepada publik penyimpangan-penyimpangan yang ada pada WI agar masyarakat menjauhinya, berarti Anda telah berbuat zhalim kepada WI, apalagi Anda pernah menjadi santri di WI".[3]

Jawab:

Justru sebaliknya, ketika saya menyampaikan nasehat ini dengan terang-terangan kepada publik, maka sungguh -insya Allah- ini menunjukkan kecintaan saya kepada WI, khususnya para asatidzah yang pernah membimbing saya dalam mengenal dasar-dasar kewajiban berpegang teguh dengan agama[4].

Di sini saya ingin membalik dan mengubah logika yang selama ini umumnya diyakini oleh orang-orang WI, yaitu bahwa menyingkap penyimpangan-penyimpangan seseorang adalah kezhaliman terhadapnya. Padahal justru itulah hakekat kecintaan seorang muslim kepada saudaranya, karena seorang muslim tidak akan diam melihat saudaranya terus dalam penyimpangan yang mengakibatkan murka Allah atasnya. Demikian pula, apabila semakin banyak yang mengikuti penyimpangan tersebut, maka semakin besar pula beban dosa yang ditanggungnya. Jadi, mengingatkan penyimpangan dan kesalahannya agar dosanya tidak menumpuk merupakan bentuk kecintaan hakiki seorang muslim kepada muslim lainnya.

Dari sini akan nampak kedalaman pemahaman Salaful Ummah. Saat para ulama salaf mengingatkan penyimpangan para ahli bid’ah, mereka memahami dan menyadari bahwa peringatan itu adalah bentuk nushroh (pertolongan)[5], dan mahabbah (kecintaan) mereka kepada orang-orang yang diingatkan dan umat itu sendiri sebagaimana dalam atsar-atsar berikut:

Abu Shalih al-Farra’ -rahimahullah- berkata, "Aku menceritakan kepada Yusuf bin Asbath tentang Waki’ bahwasannya beliau terpengaruh sedikit dengan perkara fitnah ini" [6]. Maka dia (Yusuf bin Asbath) berkata, "Dia serupa dengan gurunya –yaitu Shalih bin Hay-". Aku pun berkata kepada Yusuf, "Apakah kamu tidak takut perkataanmu ini merupakan ghibah?" Beliau menjawab, "Kenapa begitu wahai orang dungu, justru saya lebih baik bagi mereka dibanding ibu dan bapak mereka sendiri; saya melarang manusia dari mengamalkan kebid’ahan mereka karena bisa mengakibatkan semakin banyaknya dosa-dosa para pengajak kepada bid’ah tersebut, adapun yang memuji mereka justru lebih membahayakan mereka”. [Lihat At-Tahdzib 2/249 no. 516 sebagaimana dalam Lamud Durril Mantsur Minal Qoulil Ma’tsur, karya Abu Abdillah Jamal bin Furaihan al-Haritsiy, Muraja’ah : As-Syaikh Sholih Al-Fauzan –hafizhahullah-, (hal. 27)]

Demikianlah diantara syubhat WI, semoga bisa dipahami jawabannya dengan baik, meskipun hanya ringkas.

* Lalu mengapa saya keluar dari WI ?

Tentu jawabannya sudah bisa diketahui, yaitu karena adanya penyimpangan-penyimpangan dari manhaj Salaf, Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam tubuh WI. Dengan perkara tersebut, teramat sulit untuk mengkategorikan WI sebagai Jam’iyyah Salafiyyah Sunniyyah. Sebab Ahlus Sunnah dikenal dengan prinsip-prinsip mereka sebagaimana pula ahlul bid’ah dikenal karena penyimpangan mereka dari prinsip-prinsip Ahlus Sunnah.

* Apakah itu berarti saya mengatakan bahwa WI itu ahlul bid’ah ?

Jawab : Bukan hak saya mengatakan itu, tetapi hak para ulama ataupun asatidzah yang benar-benar mendalam ilmunya.

* Kalau begitu haruskah saya keluar dari WI ?

Jawab : Karena saya khawatir –meskipun saya tidak memastikannya- jangan sampai WI termasuk dalam 72 golongan ahlul bid’ah yang ke neraka -wal ‘iyadzu billah-, maka saya pun keluar dari WI, sebab mengingat beberapa perkara dan pertimbangan yang kami akan sebutkan.

Pertama, adanya penyimpangan-penyimpangan dari manhaj al-Firqotun Najiyah (satu golongan yang selamat ke surga) dalam dakwah WI.

Kedua, hampir seluruh –kalau saya tidak salah ingat mungkin seluruhnya- yang menisbatkan diri kepada manhaj Salaf di negeri ini selain WI yang mengenal WI dan pernah saya temui, baik yang membolehkan ta’awun dengan Jam’iyyahIhyaut Turots al-Kuwaitiyyah maupun yang tidak membolehkannya, baik alumni Madinah maupun Yaman dan lainnya, semuanya men-tahdzir dari WI. Sehingga dengan taufik dari Allah -Ta’ala-, pada tahun 2007 saya mulai mempelajari tentang WI dan mempelajari manhaj Salaf dari asatidzah selain dari WI. Akhirnya dengan penuh keyakinan saya memutuskan berlepas diri dari WI.

====================
Footnote :
===================

[1] Diantara alasan kenapa saya masih menyangka dengan sangkaan yang kuat bahwa kebanyakan orang-orang WI belum mendengarkan atau membaca dengan seksama nasehat-nasehat Asatidzah Salafiyin adalah karena: 1) belum ada perubahan atau rujuk dari keseluruhan penyimpangan tersebut, kecuali orang-orang yang mendapat hidayah –insya Allah Ta’ala-, 2) masih membantah dengan alasan-alasan yang sebenarnya sudah terbantah, seperti ucapan mereka bahwa Al-Ustadz Dzulqarnain mempermasalahkan tingkatan (tadrij) dalam tarbiyah WI, padahal sudah ada penjelasannya dalam CD Nasehat Ilmiah pada bagian Tanya Jawab, bahwa yang Beliau kritik sebenarnya bukan masalah tingkatannya tetapi dalam mengatur tingkatan tersebut WI mendasarkan pada kadar loyalitas kader kepada WI, dan saya memiliki pengalaman pribadi yang berhubungan dengan ini, contoh lain: WI selalu menggembar-gemborkan bahwa asatidzah Salafiyin takut untuk berdialog dengan WI, padahal ada alasan-alasan syar’i kenapa asatidzah Salafiyin tidak mau melakukan itu dan telah dijelaskan secara detail dalam CD Nasehat Ilmiah pada bagian pembukaan. Contoh lain lagi: mereka masih terus menyebut Salafy di Makassar dengan istilah Manis, padahal dalam CD yang sama pada bagian Tanya Jawab, Al-Ustadz Dzulqarnain juga telah menjelaskan bahwa penyebutan Manis tidak pernah diridhoi oleh pihak Salafy (dan ini juga menyerupai tashnif yang mereka cela).

Namun masih ada kejanggalan, apakah memang mereka belum tahu bahwa ucapan-ucapan mereka telah terbantah, ataukah mereka telah tahu namun hanya ingin melakukan talbis, sebab CD dan makalah tentang kritikan terhadap WI dengan mudahnya bisa didapatkan, wallahu a’lam.

[2] al-Imam an-Nawawy –rahimahullah- berkata,

باب مَا يباح من الغيبة

اعْلَمْ أنَّ الغِيبَةَ تُبَاحُ لِغَرَضٍ صَحيحٍ شَرْعِيٍّ لا يُمْكِنُ الوُصُولُ إِلَيْهِ إِلاَّ بِهَا ، وَهُوَ سِتَّةُ أسْبَابٍ :

الأَوَّلُ : التَّظَلُّمُ ، فَيَجُوزُ لِلمَظْلُومِ أنْ يَتَظَلَّمَ إِلَى السُّلْطَانِ والقَاضِي وغَيرِهِما مِمَّنْ لَهُ وِلاَيَةٌ ، أَوْ قُدْرَةٌ عَلَى إنْصَافِهِ مِنْ ظَالِمِهِ ، فيقول : ظَلَمَنِي فُلاَنٌ بكذا .

الثَّاني : الاسْتِعانَةُ عَلَى تَغْيِيرِ المُنْكَرِ ، وَرَدِّ العَاصِي إِلَى الصَّوابِ ، فيقولُ لِمَنْ يَرْجُو قُدْرَتهُ عَلَى إزالَةِ المُنْكَرِ : فُلانٌ يَعْمَلُ كَذا ، فازْجُرْهُ عَنْهُ ونحو ذَلِكَ ويكونُ مَقْصُودُهُ التَّوَصُّلُ إِلَى إزالَةِ المُنْكَرِ ، فَإنْ لَمْ يَقْصِدْ ذَلِكَ كَانَ حَرَاماً .

الثَّالِثُ : الاسْتِفْتَاءُ ، فيقُولُ لِلمُفْتِي : ظَلَمَنِي أَبي أَوْ أخي ، أَوْ زوجي ، أَوْ فُلانٌ بكَذَا فَهَلْ لَهُ ذَلِكَ ؟ وَمَا طَريقي في الخلاصِ مِنْهُ ، وتَحْصيلِ حَقِّي ، وَدَفْعِ الظُّلْمِ ؟ وَنَحْو ذَلِكَ ، فهذا جَائِزٌ لِلْحَاجَةِ ، ولكِنَّ الأحْوطَ والأفضَلَ أنْ يقول : مَا تقولُ في رَجُلٍ أَوْ شَخْصٍ ، أَوْ زَوْجٍ ، كَانَ مِنْ أمْرِهِ كذا ؟ فَإنَّهُ يَحْصُلُ بِهِ الغَرَضُ مِنْ غَيرِ تَعْيينٍ ، وَمَعَ ذَلِكَ ، فالتَّعْيينُ جَائِزٌ كَمَا سَنَذْكُرُهُ في حَدِيثِ هِنْدٍ إنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى .

الرَّابعُ : تَحْذِيرُ المُسْلِمينَ مِنَ الشَّرِّ وَنَصِيحَتُهُمْ ، وذَلِكَ مِنْ وُجُوهٍ :

مِنْهَا جَرْحُ المَجْرُوحينَ مِنَ الرُّواةِ والشُّهُودِ وذلكَ جَائِزٌ بإجْمَاعِ المُسْلِمينَ ، بَلْ وَاجِبٌ للْحَاجَةِ .

ومنها : المُشَاوَرَةُ في مُصاهَرَةِ إنْسانٍ أو مُشاركتِهِ ، أَوْ إيداعِهِ ، أَوْ مُعامَلَتِهِ ، أَوْ غيرِ ذَلِكَ ، أَوْ مُجَاوَرَتِهِ ، ويجبُ عَلَى المُشَاوَرِ أنْ لا يُخْفِيَ حَالَهُ ، بَلْ يَذْكُرُ المَسَاوِئَ الَّتي فِيهِ بِنِيَّةِ النَّصيحَةِ

ومنها : إِذَا رأى مُتَفَقِّهاً يَتَرَدَّدُ إِلَى مُبْتَدِعٍ ، أَوْ فَاسِقٍ يَأَخُذُ عَنْهُ العِلْمَ ، وخَافَ أنْ يَتَضَرَّرَ المُتَفَقِّهُ بِذَلِكَ ، فَعَلَيْهِ نَصِيحَتُهُ بِبَيانِ حَالِهِ ، بِشَرْطِ أنْ يَقْصِدَ النَّصِيحَةَ ، وَهَذا مِمَّا يُغلَطُ فِيهِ . وَقَدْ يَحمِلُ المُتَكَلِّمَ بِذلِكَ الحَسَدُ ، وَيُلَبِّسُ الشَّيطانُ عَلَيْهِ ذَلِكَ ، ويُخَيْلُ إِلَيْهِ أنَّهُ نَصِيحَةٌ فَليُتَفَطَّنْ لِذلِكَ.

وَمِنها : أنْ يكونَ لَهُ وِلايَةٌ لا يقومُ بِهَا عَلَى وَجْهِها : إمَّا بِأنْ لا يكونَ صَالِحاً لَهَا ، وإما بِأنْ يكونَ فَاسِقاً ، أَوْ مُغَفَّلاً ، وَنَحوَ ذَلِكَ فَيَجِبُ ذِكْرُ ذَلِكَ لِمَنْ لَهُ عَلَيْهِ ولايةٌ عامَّةٌ لِيُزيلَهُ ، وَيُوَلِّيَ مَنْ يُصْلحُ ، أَوْ يَعْلَمَ ذَلِكَ مِنْهُ لِيُعَامِلَهُ بِمُقْتَضَى حالِهِ ، وَلاَ يَغْتَرَّ بِهِ ، وأنْ يَسْعَى في أنْ يَحُثَّهُ عَلَى الاسْتِقَامَةِ أَوْ يَسْتَبْدِلَ بِهِ .

الخامِسُ : أنْ يَكُونَ مُجَاهِراً بِفِسْقِهِ أَوْ بِدْعَتِهِ كالمُجَاهِرِ بِشُرْبِ الخَمْرِ ، ومُصَادَرَةِ النَّاسِ ، وأَخْذِ المَكْسِ ، وجِبَايَةِ الأمْوَالِ ظُلْماً ، وَتَوَلِّي الأمُورِ الباطِلَةِ ، فَيَجُوزُ ذِكْرُهُ بِمَا يُجَاهِرُ بِهِ ، وَيَحْرُمُ ذِكْرُهُ بِغَيْرِهِ مِنَ العُيُوبِ ، إِلاَّ أنْ يكونَ لِجَوازِهِ سَبَبٌ آخَرُ مِمَّا ذَكَرْنَاهُ .

السَّادِسُ : التعرِيفُ ، فإذا كَانَ الإنْسانُ مَعْرُوفاً بِلَقَبٍ ، كالأعْمَشِ ، والأعرَجِ ، والأَصَمِّ ، والأعْمى ، والأحْوَلِ ، وغَيْرِهِمْ جاز تَعْرِيفُهُمْ بذلِكَ ، وَيَحْرُمُ إطْلاقُهُ عَلَى جِهَةِ التَّنْقِيصِ ، ولو أمكَنَ تَعْريفُهُ بِغَيرِ ذَلِكَ كَانَ أوْلَى ، فهذه ستَّةُ أسبابٍ ذَكَرَهَا العُلَمَاءُ وأكثَرُها مُجْمَعٌ عَلَيْهِ ، وَدَلائِلُهَا مِنَ الأحادِيثِ الصَّحيحَةِ مشهورَةٌ .

(dari Al-Maktabah Asy-Syaamilah).

[3] Kalimat yang saya tebalkan adalah perkiraan kemungkinan yang akan dikatakan kepada saya setelah mengeluarkan risalah ringkas ini, wallahu A’lam.

[4] Walaupun telah kita ketahui bersama bahwa pada sebagian bimbingan itu terdapat penyimpangan. [ed]

[5] Sehingga mereka selamat dari kezhalimannya. [ed]

[6] Yaitu fitnah Khawarij

sumber : http://almakassari.com/artikel-islam/manhaj/mengapa-saya-keluar-dari-wahdah-islamiyah-muqaddimah.html

Baca Selengkapnya...

Mengapa Saya Keluar dari Wahdah Islamiyah? (Bag. 1)

بسم الله الرحمن الرحيم

Mengapa Saya Keluar dari Wahdah Islamiyah? (Bag. 1)
Abu Abdillah Sofyan Chalid bin Idham Ruray
(Mantan Kader & Da’i Wahdah Islamiyah Makassar)
-حفظه الله تعالى وغفر له ولوالديه ولجميع المسلمين-

Editor : Al-Ustadz Abdul Qodir
Muroja’ah : Al-Ustadz Dzulqarnain


Pembaca yang budiman, kini kami akan menyebutkan beberapa penyimpangan yang saya lihat sendiri selama menjadi santri di STIBA al-Wahdah al-Islamiyah Makassar dalam kurun waktu antara tahun ( +) 2001 – 2005, dan tahun 2005 – 2007 masih ber-intisab ke WI serta sempat mengisi beberapa ta’lim dan dauroh WI di Makassar dan di daerah. Berikut beberapa penyimpangan tersebut:

* Pertama: Kurangnya Kecemburuan kepada Manhaj yang Haq

Perkara inilah yang paling mendorong saya untuk keluar dari WI, sebab keadaan batin saya sangat sulit menerima untuk terus bersama dan berta’awun dalam dakwah bersama orang-orang yang menganggap ringan berteman, bermajelis, menjadikan orang-orang dari kalangan hizbiyyun atau orang yang dikenal memiliki manhaj yang menyimpang dari manhaj Salaf sebagai penceramah dalam acara-acara mereka.


Meskipun sebenarnya ini bukan semata-mata permasalahan batin, akan tetapi karena perintah Allah -Ta’ala- untuk menjauhi orang-orang yang menyimpang, bahkan telah menjadi ijma’ Salaf untuk menghindari orang-orang yang dikhawatirkan penyimpangannya. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آَيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaithan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)”.(QS. Al-An’am : 68)

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah menerangkan, “Dalam ayat ini terkandung nasehat yang agung bagi mereka yang mentolerir duduk bermajelis dengan al-mubtadi’ah, orang-orang yang suka mengubah-ubah perkataan Allah Subhanahu wa Ta’ala, mempermainkan Kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya, serta mengembalikan pemahaman al-Qur’an dan as-Sunnah kepada hawa nafsu mereka yang menyesatkan dan bid’ah mereka yang rusak. Jadi, jika seorang tidak mampu mengingkari atau mengubah kebid’ahan mereka, paling tidak dia harus meninggalkan majelis mereka, dan tentu ini mudah baginya, tidak susah”.

Kemudian Al-Imam Asy-Syaukani menjelaskan diantara bahaya duduk bersama orang-orang yang menyimpang, “Terkadang orang-orang yang menyimpang tersebut menjadikan kehadiran seseorang bersama mereka (meskipun orang tersebut bersih dari kebid’ahan yang mereka lakukan) sebagai syubhat, dengannya mereka mengaburkan (permasalahan) atas orang-orang awam. Jadi, dalam kehadirannya (di majelis mereka) terdapat tambahan mudharat dari sekedar mendengarkan kemungkaran”.(Lihat Fathul Qodir, 2/185).

Pembaca yang budiman, sekarang kami akan menukilkan beberapa atsar yang menunjukkan sikap para salaf dalam bermajelis dengan ahli bid’ah yang dikutip dari Kitab Lamud Durril Mantsur Minal Qoulil Ma’tsur (hal. 36-37) :

“Dua orang dari kalangan pengikut hawa nafsu mendatangi Ibnu Sirin seraya berkata, "Wahai Abu Bakr, bolehkah kami menyampaikan satu hadits kepadamu?"
Beliau menjawab, "Tidak. Keduanya berkata lagi : Kalau begitu kami bacakan satu ayat Al-Qur’an kepadamu?" Beliau menjawab, "Tidak, kalian pergi dari sini atau saya yang pergi". Lalu keduanya pun keluar. Sebagian orang berkata, "Wahai Abu Bakr, mengapa engkau tidak mau mereka membacakan ayat Al-Qur’an kepadamu?" Beliau menjawab, "Sungguh saya khawatir mereka bacakan kepadaku satu ayat lalu mereka selewengkan maknanya sehingga tertanam dalam hatiku”. [HR. Ad Darimy (1/120/no. 397)]

Sallam -rahimahullah- berkata, "Seorang pengikut kesesatan berkata kepada Ayyub, “Saya ingin bertanya kepadamu tentang satu kalimat?" Maka Ayyub segera berpaling dan berkata, “Tidak, meski setengah kalimat, meski setengah kalimat" Beliau mengisyaratkan jarinya”. [HR. Ibnu Baththoh dalam Al-Ibanah (2/447 no. 402), Al-Lalika'iy dalam Syarh Ushul Al-I'tiqod (1/143/no. 291), Abdullah bin Ahmad dalam As Sunnah (1/138/no. 101), dan Ad Darimy dalam Sunan-nya (1/121 no. 398)]

Al Fudlail bin Iyyadhrahimahullah berkata, “Jauhilah olehmu duduk dengan orang yang dapat merusak hatimu (aqidahmu) dan janganlah engkau duduk bersama pengekor hawa nafsu (ahli bid’ah) karena sungguh saya khawatir kamu terkena murka Allah”. [HR. Ibnu Baththoh dalam Al-Ibanah(2/462-463 no. 451-452), dan Al-Lalika'iy dalam Syarhul Ushul (262)]

Mungkin para pembaca bertanya dalam hati, "Apa buktinya bahwa orang-orang WI biasa bermajelis dengan ahli bid’ah?" Menjawab pertanyaan ini kami akan sebutkan beberapa bukti[1] yang saya ingat. Bukti-bukti ini menunjukkan perbedaan jelas antara manhaj Salaf dengan manhaj WI:

1. Pernah diadakan seminar oleh Wahdah Islamiyah bekerja sama dengan MPM Unhas (underbow-nya WI di Unhas) tentang TERORISME. Hadir sebagai pembicara, diantaranya: Ust. Muhammad Ikhwan Abdul Jalil, Lc, Ust. Kholid Basalamah, Lc dan seorang pembicara dari kalangan tokoh Ikhwanul Muslimin (IM). Selanjutnya kami sebut dengan "Tokoh Ikhwan"[2]

Dialog ini bukanlah untuk mengungkap fikrah terorisme yang ada pada IM, bahkan ada beberapa syubhat yang dilontarkan oleh si Tokoh Ikhwan tersebut, dan seakan diamini oleh Ust. Muh. Ikhwan Abdul Jalil, Lc, diantaranya:

* Si Tokoh Ikhwan mengatakan bahwa muzhoharoh (demonstrasi)[3] bukanlah bid’ah[4], bahkan harus dilakukan demi mendukung ‘suara kebenaran’ di dewan. Pernyataan ini seingat saya tidak ada sedikitpun bantahannya dari Ust. Ikhwan. Malah ia mengomentarinya dengan mengatakan, “Kita sesama Ahlus Sunnah harus saling ifadah dan istifadah”. Pada saat itu jelas sekali yang ia maksudkan dengan sesama Ahlus Sunnah adalah WI dan IM. Di sini saya teringat penukilan salah seorang kader senior WI bahwasannya Ust. Jahada Mangka, Lc juga pernah mengatakan, “Yang paling dekat dengan WI (Wahdah Islamiyah) adalah IM (Ikhwanul Muslimin) ”.
* Ketika Ust. Ikhwan mengatakan bahwa Ahlus Sunnah tidak akan pernah bersatu dengan Syi’ah sampai mereka bertobat, maka dijawab oleh si Tokoh Ikhwan, “Kalau begitu Syi’ah juga bisa mengatakan, kita tidak akan pernah bersatu dengan Ahlus Sunnah sampai mereka bertobat”. Lalu si Tokoh Ikhwan melanjutkan, “Hendaklah kita duduk satu meja”. Jelas sekali yang dia inginkan penggabungan antara Sunnah dan Syi’ah. Namun sayang sekali syubhatnya ini -seingat saya- tidak dibantah oleh Ust. Ikhwan.

Namun yang ingin saya buktikan di sini bukan masalah syubhat-syubhat yang tidak bisa dijawab[5]. Tetapi perbuatan WI menjadikan orang tersebut sebagai pembicara, artinya: orang itu dijadikan sebagai sumber ilmu dalam seminar tersebut. Apalagi tidak ada sedikitpun bantahan dari pihak WI untuk menyingkap fikrah terorisme yang ada pada IM.

* Pada acara ini juga Ust. Ikhwan memuji Safar al-Hawali sebagai seorang Ulama Ahlus Sunnah dan secara halus menyalahkan pemerintah yang memenjarakannya (Pemerintah Saudi Arabia-ed). Padahal memang ia pantas dipenjara, karena telah melakukan beberapa tindakan yang menimbulkan fitnah antara pemerintah Saudi dengan rakyatnya dalam beberapa tulisan dan ceramahnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh bin Baaz -rahimahullah- dalam suratnya ke Amir Nayif bin Abdil Aziz[6]. Justru Ust. Muh. Ikhwan yang harus disalahkan, karena ia telah membela orang yang salah (yakni, Safar Al-Hawaliy)

2. Pernah diadakan dauroh oleh cabang WI di Ternate yang juga tampak hadir waktu itu Ust. Muhammad Ikhwan Abdul Jalil, Lc. Dalam undangan yang tersebar terdapat jadwal pemateri, diantaranya seorang “ikhwani” (IM). Orang ini juga dijadwalkan untuk mengisi khutbah Jum’at rutin di salah satu masjid yang diurus oleh WI Ternate. Ketika kami menasehatkan perkara ini[7], maka seorang pengurus dan da’i WI Ternate menjawab dengan logika dan dalil dari hadits yang salah dipahami.

Logikanya, dia mengatakan, "Ini sama saja ketika Anda belajar di tempat pendidikan umum yang mana pengajarnya tidak semuanya Salafy".[8]

Adapun dalil dari hadits katanya, adalah kisah tentang setan yang mengajarkan ayat kursi kepada Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-. Kata da’i WI ini, "Kebenaran itu diambil dari siapa saja, bahkan dari setan sekali pun".[9]

Demikianlah mereka memahami hadits dan ber-istidlal (berdalil) dengannya, tanpa ada contoh sebelumnya dari kalangan Salaf[10].

3. Pembelaan kepada tokoh-tokoh yang menyimpang.

Diantara penyimpangan para da’i Wahdah Islamiyah, mereka memberikan pembelaan kepada para tokoh yang menyimpang

* Ust. Jahada Mangka, Lc dalam kelas takmili mengatakan bahwa tidak benar klaim adanya penyimpangan Sayyid Quthub dan kitabnya Azh-Zhilal, melainkan hanya salah memahami bahasa Sayyid Quthub yang tinggi. Bahkan Ust. Jahada mengatakan bahwa kebangkitan Islam dimulai dari Mesir[11], dan musuh-musuh Islam sangat takut apabila kebangkitan ini masuk ke Kuwait dan Saudi, sebab di dua negeri tersebut terdapat para ulama dan harta yang melimpah[12]
* Ust. Bahrun Nida’ juga di kelas takmili pernah mengajarkan kitab Qabasat Min Siroh ar-Rasul-shallallahu’alaihi wa sallam- karya Muhammad Quthub, ketika itu juga Beliau mengutip perkataan Muhammad Quthub, “Andaikata manusia mendekatkan diri kepada Allah dengan mencela Sayyid Quthub, maka aku mendekatkan diri kepada-Nya dengan membelanya”, atau perkataan yang semakna dengan itu.[13]
* Ust. Muhammad Ikhwan Abdul Jalil, Lc, pernah mengajarkan kitab Laa Tahzan karya ‘Aidh al-Qorni sambil memuji-muji buku dan penulisnya di kajian Radio Telstar Makassar.[14]
* Adapun secara umum tokoh-tokoh yang dibela oleh para asatidzah WI, bahkan sebagiannya menjadi idola WI adalah Dr. Yusuf al-Qorodhowi, Salman al-‘Audah, ‘Aidh al-Qorni dan Safar al-Hawali[15]
* Sampai hari ini, apabila kita melihat situs-situs atau blog-blog pribadi orang-orang WI, maka kita akan dapati mereka mencantumkan sebagai LINK mereka, situs Ar Rahmah.com[16]dan Eramuslim.com.[17] Demi Allah, hal ini tidak akan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kecemburuan kepada manhaj yang haq dan terdidik di atas manhaj yang haq, mengingat dalam kedua situs tersebut dengan sangat jelas terdapat banyak sekali penyimpangan bahkan celaan kepada para Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
* Ketika ada kebijakan menyamakan ijazah STIBA dengan ijazah negeri, maka banyak para pengajar yang melanjutkan program S2 di UMI maupun di institusi lainnya. Juga ketika ada kebijakan menarik bayaran SPP dari santri, maka banyak dari santri STIBA yang pindah ke STAI swasta. Sudah dimaklumi bahwa para pengajarnya banyak yang berpaham menyimpang, ditambah lagi adanya ikhtilat dalam ruangan kelasnya.[18]
* Ikut menulis, mengedit dan menyebarluaskan buku-buku yang penuh dengan penyimpangan dan celaan kepada manhaj Salaf, ulama dan da’inya, diantaranya: buku Dakwah Salafiyah Dakwah Bijak, karya Abu Abdirrahman Al Thalibi alias Joko Waskito[19] (seorang kader WI di Bandung), buku Siapa Teroris Siapa Khawarij[20], diedit oleh Ust. Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc, dan buku Beda Salaf Dengan Salafi[21], juga buku-buku al-Qorodhowy, majalah Sabili dan Hidayatullah, dulu dengan mudah didapatkan di toko-toko buku WI.[22]

==============
Footnote:
==============

[1] Hampir keseluruhan penukilan di sini saya kutip secara makna, sebab kebanyakan asalnya bukanlah dari sebuah buku atau kaset, tetapi didengar langsung oleh telinga

[2] Telah dimaklumi bahwa Ikhwanul Muslimin (IM) yang berpusat di Mesir, telah difatwakan oleh para Ulama sebagai kelompok yang menyimpang dari manhaj Salaf, bahkan Asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah dengan tegas menyatakan bahwa IM tergolong kepada salah satu dari 72 golongan ahlul bid’ah.

[3] Untuk bantahan bid’ahnya demonstrasi ini silahkan dengarkan ceramah Al-Ustadz Dzulqarnain: Nasehat Ilmiyah Tentang Kesesatan Wahdah Islamiyah, juga makalah Al-Austadz Abu Fa’izah Abdul Qodir, Lc: Bantahan Kepada Ust. Jahada Mangka, Lc.

[4] Para Ulama telah menjelaskan bahwa demonstrasi termasuk cara baru dalam dakwah dan mengubah kemungkaran, sedangkan dakwah itu ibadah yang harus mencontoh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam

[5] Diantara yang sangat menyakitkan adalah syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh Qasim Mathar dalam salah satu dialog di IAIN Alauddin bersama WI. Hal itu terasa lebih menyakitkan lagi ketika Ust. Ikhwan tidak mampu membantah syubhat-syubhatnya dengan bantahan yang mengenyangkan orang yang lapar dan menghilangkan dahaga orang yang kehausan, wallahul Musta’an.

[6] Tentang surat Syaikh bin Baaz ini, lihat kopian naskah aslinya dalam Madarik An-Nazhor (hal. 431) karya Syaikh Abdul Malik bin Ahmad bin Al-Mubarok Romadhoniy Al-Jaza’iriy, cet. Dar Sabil Al-Mu’minin, 1418 H.

[7] Pada dauroh tersebut saya belum sepenuhnya keluar dari WI, maka saya pun oleh Panitia Dauroh dijadwalkan sebagai salah satu pemateri dengan judul "Keutamaan Menuntut Ilmu dan Adab-adabnya". Kesempatan ini saya gunakan untuk menasehati panitia dan peserta dauroh bahwa sebagai salah satu adab dan manhaj dalam menuntut ilmu, kita tidak boleh mengambil ilmu dari orang yang menyimpang manhajnya. Saya nasehatkan waktu itu untuk membatalkan beberapa pemateri yang telah terjadwal, bahkan saya tegaskan bahwa saya telah berdialog langsung dengan sebagian pemateri dan mengetahui dengan pasti penyimpangan manhajnya. Di lain sisi, mereka terlihat musbil (memanjangkan kain dibawah mata kaki-ed). Anehnya, setelah kejadian tersebut, orang-orang WI Ternate mulai menjaga jarak dengan saya. Persis seperti yang dilakukan oleh orang-orang IM ketika mereka tahu bahwa saya telah keluar dari IM dan bergabung dengan WI. Orang-orang yang dahulu akrab, namun setelah kejadian itu seakan memboikot saya dan tidak berwajah ramah ketika bertemu. Demikian pula mereka meng-ghibah, bahkan melakukan buhtan (kedustaan) tentang saya. Kalaulah tidak berhubungan dengan pribadi saya yang dizhalimi, maka saya akan mengungkapkannya.

[8] Jika tidak semuanya salafy, yah tinggalkan. [ed]

[9] Ini adalah qiyas batil, sebab membolehkan orang untuk belajar, bermajelis dan berguru kepada setan!!Padahal anda telah mengetahui dan membaca ayat yang menjelaskan larangan bermajelis dengan ahli bid’ah, termasuk setan!!! [ed]

[10] Untuk bantahannya secara detail silahkan dengarkan ceramah tentang Bantahan Istidlal Manhaj Muwazanah, oleh Al-Ustadz Luqman Jamal, Lc.

[11] Kalau bukan IM kira-kira siapa yang dimaksud? yang pasti bukan Anshorus Sunnah al-Muhammadiyah, sebab dasar dakwah Anshorus Sunnah dahulu adalah dakwah Salafiyyah yang dipelopori Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang berasal dari Hijaz (Saudi), bukan Mesir!!

[12] Apakah sebelum kemunculan Hasan Al-Banna dan IM-nya, para ulama Ahlus Sunnah tertidur sehingga perlu dibangkitkan. Wallohi, itu tidak akan pernah terjadi, sebab Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- telah mengabarkan akan adanya ath-Thoifah al-Manshuroh yang senantiasa zhohir (jaya) di atas kebenaran sampai hari kiamat, dan munculnya para mujaddid. Para Ulama telah menjelaskan bahwasannya diantara mujaddid itu adalah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahumallah- dan lainnya dari kalangan ulama Ahlus Sunnah, bukan dari kelompok menyimpang IM. Maka renungkanlah, wahai saudaraku!!

[13] Seakan Sayyid adalah seorang nabi yang tak pernah salah, sehingga harus dibela dalam segala kondisi. Padahal setiap orang –selain nabi- boleh jadi terjatuh dalam kesalahan. Karenanya, Syaikh Abdullah Ad-Duwaisy, Syaikh bin Baaz, Syaikh Al-Albaniy, Syaikh Al-Utsaimin, Syaikh An-Najmiy, Syaikh Robi’, dan ulama lainnya telah memberikan pengingkaran terhadap kesalahan dan penyimpangan Sayyid Quthub dalam kitab-kitab dan ceramah mereka. [ed]

[14] A’idh Al-Qorniy termasuk tokoh hizbiyyah yang kagum kepada para tokoh IM.Dengarkan A’idh Al-Qorni berkata dalam“Kutub fi As-Sahah Al-Islamiyyah”, (hal.66) ketika ia menyebutkan kitab-kitab yang penting di zaman sekarang, “Kitab-kitab Sayyid Quthb, Muhammad Quthb, Abul A’la Al-Maududiy, Abul Hasan An-Nadwiy, kitab Al-Muntholiq wa Ar-Roqo’iq wa Al-Awa’iq karangan Muhammad Ahmad Ar-Rosyid, dan selain mereka…”. Jika Al-Qorni kagum kepada para tokoh IM, maka tak heran jika para ustadz WI juga kagum kepada tokoh-tokoh IM, sebab Al-Qorni adalah teladan mereka. [ed]

[15] Penyimpangan-penyimpangan Sayyid Quthub, Dr. Yusuf al-Qorodhowi, Muhammad Quthub, Salman Al-‘Audah, Safar al-Hawali, ‘Aidh Al-Qorni telah banyak dijelaskan oleh para Ulama, untuk tiga yang terakhir silahkan baca sebuah kitab yang ditaqdim oleh Asy-Syaikh Al-Albani dan Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad, yang berjudul: Madarikun Nazhor fis Siyasah, karya Asy-Syaikh Abdul Malik Ramadhani, atau dengarkan juga ceramah Al-Ustadz Dzulqarnain: Nasehat Ilmiyah tentang Kesesatan Wahdah Islamiyah, dan baca makalah Al-Ustadz Abu Fa’izah Abdul Qodir, Lc berupa bantahan kepada Ust. Jahada Mangka, Lc.

[16] Situs ini banyak menyebarkan fikrah Khawarij. [ed]

[17] Ini adalah situs orang-orang IM (Ikhwanul Muslimin). Orang-orang WI juga sering menukil dari situs www.hidayatullah.com . Mereka pernah menukil dari situs ini tentang pelarangan buku-buku Sayyid Quthb oleh pemerintah KSA (Arab Saudi) karena di dalamnya terdapat pemahaman-pemahaman penulisnya yang menyimpang. Orang-orang Hidayatullah (dan para hizbiyyun lainnya) tak setuju dengan pelarangan tersebut, lalu mereka buat sebuat artikel tentang ketidaksetujuan mereka terhadap sikap pemerintah Saudi tersebut. Sikap ini juga diaminkan oleh orang-orang WI dengan menukil (copy-paste) artikel yang berisi sikap Hidayatullah terhadap KSA, lalu dicantumkan oleh WI dalam situs resmi mereka (Artikel tanggal 28 November 2008). Namun ternyata artikel tersebut hanya bertahan beberapa pekan, hingga akhirnya hanya admin web WI saja yang dapat melihat isinya. Artikel ini disembunyikan menjelang kedatangan Dubes Arab Saudi dan juga penandatanganan kerjasama pembukaan cabang Universitas Imam Ibnu Saud di Makassar oleh WI.[ed.]

[18] Ini menunjukkan lemahnya manhaj dan aqidah mereka. Nas’alullahal afiyah was salamah.

[19] Orang ini mengira bahwa dirinya berilmu; di blog-nya dia mengomentari hampir setiap perkara, bahkan memuji Hizbut Tahrir, IM, Salman Al-‘Audah dan membantah Asy-Syaikh Robi’ dan Asy-Syaikh Bin Baz dalam perkara yang tampak sekali bahwa dia tidak memiliki ilmu tentangnya. Dia hanyalah seorang yang maghrur (tertipu) dengan dirinya; menyangka dirinya berilmu, padahal ia adalah seorang yang jahil tentang manhaj salaf.

Lebih parah lagi dia berkata tanpa dasar ilmu dan tanpa ada Salaf sebelumnya –kecuali mungkin orang-orang WI- bahwa para ulama Ahlus Sunnah, seperti As-Syaikh Bin Baz terkadang berfatwa untuk tujuan-tujuan politik tertentu!!

Demi Allah, saya tidak pernah menemui seorang yang ber-intisab kepada Sunnah dan Salafiyyah yang mencela ulama Ahlus Sunnah dengan celaan sekotor ini, kecuali pentolan WI Bandung ini. Inilah sesungguhnya Mudda’i as-Salafiyah yang sejati, sekedar mengaku Salafy, tapi manhajnya hizby.

Lisannya yang keji juga mengatakan bahwa fatwa Asy-Syaikh Bin Baz untuk memenjarakan Salman Al-‘Audah karena tekanan penguasa dan kental nuansa politiknya, bahkan dia seakan-akan menggambarkan bahwa Salman Al-‘Audah ditahan hanya karena persoalan parabola, sampai dia mengatakan “Betapa dilematiknya Syaikh Bin Baz, beliau harus menyalahkan seseorang yang bukunya beliau beri kata pengantar sendiri”. Maka saya (Sofyan Chalid) katakan, "Wahai orang yang berakal, belajarlah manhaj yang benar, sehingga engkau tahu kedudukan ulama di mata Ahlus Sunnah; ketahuilah, selama Salman –hadaahullah- masih hidup, maka masih mungkin ia berbuat salah. Lalu tidak bolehkah menyalahkan dia kalau dia berbuat salah, setelah sebelumnya dia dipuji karena berada di atas kebenaran?!".

Semoga suatu saat –Insya Allah- kami akan membongkar kejahilan orang WI Bandung ini. Biarlah ia berbuat dan berkata sebebasnya; tiba saatnya, ia akan menuai hasilnya yang pahit. Wallahul Musta’an

[20] Buku STSK ini telah dibantah dengan telak oleh Al-Ustadz Luqman Ba’abduh dalam buku Menebar Dusta Membela Teroris Khawarij, yang juga telah mengandung bantahan kepada buku DSDB.

[21] Telah dibantah oleh Al-Ustadz Abu Fa’izah Abdul Qodir, Lc dengan judul: Beda Salafi Dengan Hizbi

[22] Seorang kader binaan WI -tanpa malu dan canggung- telah memasang reklame majalah Sabili (majalah IM) di depan toko bukunya di pertigaan Alauddin-Pettarani (MKS). Majalah yang penuh gambar dan penyimpangan disebarkan oleh seorang "Ahl al-Sunnah". Beginikah Ahl al-Sunnah??! Tidak!!, tidak demikian. Tapi itulah hasil tarbiyah orang-orang yang mengaku Ahl al-Sunnah alias mudda’is salafiyyah!! [ed]

Sumber : http://almakassari.com/artikel-islam/manhaj/mengapa-saya-keluar-dari-wahdah-islamiyah-bag-1.html#more-667

Baca Selengkapnya...

Mengapa Saya Keluar dari Wahdah Islamiyah? (Bag. 2)

بسم الله الرحمن الرحيم

Mengapa Saya Keluar dari Wahdah Islamiyah? (Bag. 2)
Abu Abdillah Sofyan Chalid bin Idham Ruray
(Mantan Kader & Da’i Wahdah Islamiyah Makassar)
-حفظه الله تعالى وغفر له ولوالديه ولجميع المسلمين-

Editor : Al-Ustadz Abdul Qodir
Muroja’ah : Al-Ustadz Dzulqarnain

* Kedua : Muwazanah (Menyebutkan penyimpangan seseorang bersamaan dengan kebaikannya)

Adapun tentang keharusan muwazanah, terkadang dalam ceramah asatidzah WI tidak dengan terang-terangan mengatakan keharusan muwazanah, seperti dengan mengistilahkan tawazun, atau dengan ungkapan Ust. Yusron dalam salah satu kaset ceramahnya, ketika ia menjelaskan firman Allah -Ta’ala- tentang adanya Ahli Kitab yang berkhianat dan ada pula yang amanah. Di situ Ust. Yusron mengatakan, “Ayat ini merupakan dalil, terserah mau dinamakan muwazanah atau apa[1]”.

Dalam kaset berjudul Muhasabah, Ust. Yusron mengatakan, “Kalau hanya perkara muwazanah ini yang menjadi sebab permusuhan WI dengan Salafy, maka kami siap meninggalkan muwazanah, tapi tidak dalam prakteknya”. Saya kutip secara makna, silahkan merujuk langsung ke kaset-kaset tersebut.

Secara tersirat ia mengharuskan muwazanah dengan istilah apapun. Ini membantah persangkaan sebagian orang bahwa asatidzah WI tidak mengharuskan muwazanah. Ini dikuatkan oleh perkataan Hasan Bugis yang diterjemahkan oleh Ust. Rahmat Abdurrahman, Lc ketika dauroh di Kalimantan dan telah dibantah oleh Al-Ustadz Abu Karimah Askari –jazahullahu khoiron-.



* Ketiga : Terjun dalam Politik Demokrasi [2]

Hal ini terbukti pada pemilu 2004 di TPS dekat kampus STIBA, bahwa PKS mendapat suara yang cukup signifikan, sehingga membuat masyarakat sekitar terheran-heran karena di daerah tersebut hampir tidak ada bendera PKS, karena yang mencoblos adalah para santri STIBA.

Diantara bentuk terjunnya mereka dalam politik demokrasi, ada seorang da’i WI menjadi caleg PBB pada Pemilu 2009. Sebagian diantara mereka ada yang menjadi tim sukses dalam sebuah pemilu.

Adapun bermajelis dengan para ahli bid’ah dalam seminar dan lainnya, maka perkara ini telah masyhur bagi semua orang. Ini semua merupakan bukti lemah nya manhaj wala’ dan baro’ mereka.

* Keempat : al-Hizbiyyah

Syawahid -nya (buktinya) banyak sekali, diantaranya ungkapan sebagian orang WI, bahwa organisasi mereka adalah organisasi yang paling terbaik di dunia. Mereka juga senantiasa memunculkan nama WI hampir dalam setiap kegiatan mereka, seakan-akan hanya berdakwah menuju organisasi, dan bagaimana cara membesarkannya. Hal ini dengan mudah didapati dalam situs-situs resmi maupun blog-blog pribadi mereka. Dalam salah satu tingkatan dauroh mereka terdapat jadwal materi khusus membahas tentang perjalanan dakwah WI.

Demikian pula mereka sangat bangga dengan pujian-pujian tokoh maupun masyarakat kepada WI, diantaranya pujian-pujian beberapa tokoh kepada WI dan buku Sejarah WI terus menerus diiklankan dalam website resmi WI. Pujian-pujian ini membuat mereka lalai dari segala penyimpangan. Mereka telah tertipu dengan pujian-pujian semu yang membuat mereka bangga dengan apa yang mereka miliki.

Selain itu, hampir seluruh aktivitas dakwah kader-kader WI, dimana pun mereka berada, senantiasa menonjolkan label WI, sehingga orang-orang awam di kalangan mereka bisa langsung memiliki persepsi memang beda antara WI dan Salafy. WI mengajak kepada organisasi, sedang Salafy mengajak untuk berpegang teguh dengan Al-Kitab dan As-Sunnah ala pemahaman sahabat.

Diantara perkara yang paling berbahaya adalah ketika al-wala’ wal bara’ yang terbangun diantara mereka –sadar atau tidak- bukan lagi di atas manhaj Salaf, tetapi atas dasar organisasi. Mereka lebih bisa bekerja sama dan lebih mencintai orang-orang yang seorganisasi dengan mereka dibanding orang-orang di luar WI[3], meskipun dari sisi ilmu dan iltizam kepada sunnah mungkin lebih baik dari mereka, padahal mestinya, setiap orang yang lebih berilmu dan lebih takwa kepada Allah -Ta’ala-, maka dia yang lebih kita cintai.

Sampai pada urusan pernikahan, mereka berusaha bagaimana agar Ikhwan dan Akhwat mereka hanya menikah dengan sesama mereka saja, tidak dari luar kalangan WI, tanpa mengecek dulu apakah orang yang dari luar WI yang hendak menikah dengan kadernya tersebut bermanhaj yang lurus atau tidak, hal ini benar-benar terjadi, hanya karena berhubungan dengan permasalahan pribadi , maka saya tidak menyebutkan nama-nama mereka.

Barangkali apa yang saya sebutkan ini hanyalah perbuatan sebagian orang, namun untuk menyebutkan ini hanyalah oknum terlalu sulit, sebab penyimpangan-penyimpangan yang mengarah kepada al-hizbiyyah tersebut begitu marak dan tersebar di kalangan WI.

Berikut mutiara nasehat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyahrahimahullah tentang al-wala wal bara’ yang syar’i, semoga bisa direnungi,

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah–rahimahullah- menerangkan, “Hendaklah diketahui bahwa seorang mukmin wajib engkau cintai, meskipun dia berbuat zhalim kepadamu. Orang kafir harus engkau benci, meskipun dia menghadiahkan sesuatu dan berbuat baik kepadamu. Karena sesungguhnya Allah -Ta’ala- mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab agar agama ini seluruhnya hanya diikhlaskan kepada Allah -Ta’ala-, sehingga kecintaan itu kepada wali-wali-Nya dan kebencian kepada musuh-musuh-Nya”.

“Apabila terkumpul pada diri seseorang kebaikan dan keburukan, kemaksiatan dan ketaatan, sunnah dan bid’ah, maka ia berhak mendapatkan wala` dan ganjaran sebatas kebaikan yang ada padanya, dan berhak menerima bara` dan hukuman sebatas keburukan atau kejahatan yang ada padanya. Demikianlah apabila terkumpul pada diri seseorang penyebab kemuliaan, dan kehinaan, maka dia mendapatkan sesuai kadar kemuliaan dan kehinaannya.Seperti seorang fakir yang mencuri, harus dipotong tangannya sebagai hukuman, namun dia tetap disantuni dengan menerima bagian dari kas negara untuk mencukupi kebutuhannya. Maka inilah salah satu prinsip pokok Ahlus Sunnah wal Jamaah yang berbeda dengan Khawarij, Mu’tazilah dan yang mengikuti jalan mereka." [Lihat Majmu’ Fatawa (28/209)]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah–rahimahullah- juga menerangkan, “Tidak boleh ada pembelaan terhadap tokoh tertentu secara umum (totalitas) dan mutlak, kecuali hanya kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Tidak pula kepada kelompok tertentu, kecuali kepada para Sahabat -radhiyallahu’anhum-. Karena sesungguhnya petunjuk itu senantiasa ada bersama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- di manapun beliau berada, demikian pula para sahabatnya radhiyallahu’anhum”. [Lihat Minhajus Sunnah (5/261)]

Demikianlah secuil catatan dari saya, meski belum mencakup keseluruhan penyimpangan yang diingatkan bahayanya oleh asatidzah Salafiyin. Namun harapan saya agar orang-orang WI yang membacanya tidak malah marah setelah mengetahui dalil-dalil syar’i tentang penyimpangan-penyimpangan yang ada (dari penjelasan asatidzah Salafiyin), dan juga tidak mengedepankan emosi ketika membacanya, sehingga berprasangka buruk kepada Penulis. Tetapi hendaklah mereka mengambil pelajaran darinya. Sebab, diantara tanda kecintaan seorang muslim kepada saudaranya adalah menasehatinya, meskipun terkadang rasanya teramat pahit, sebab nasihat itu ibarat obat yang pahit rasanya, tapi faedahnya besar. Maka apabila ada kata-kata yang menusuk dan melukai hati mohon dimaafkan, karena kebenaran itu dari Allah, sedangkan kesalahan itu dari diri pribadi kami dan dari syaithan. Wabillahit taufiq walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin wa shollallahu ala nabiyyina alih wa shohbih ajma’in..

============
Footnote :
============

[1]Ajiib, padahal bantahan istidlal dengan ayat ini telah dibantah oleh Asy-Syaikh Robi’ dalam kitabnya: Manhaj Ahlis Sunnah wal Jama’ah fi Naqdir Rijal wal Kutub wat Thawaa’if. Dengarkan juga ceramah ilmiah tentang bantahan istidlal dalil-dalil muwazanah yang tidak pada tempatnya, oleh al-Ustadz Luqman Jamal, Lc

[2] Bantahan demokrasi dan pemilu telah dijelaskan oleh Al-Ustadz Dzulqarnain dalam Nasehat Ilmiyah. Baca juga buku yang sangat bagus karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah al-Imam berjudul: Tanwiruz Zhulumaat bi Kasyfi Mafaasid wa Syubuhaat al-Intikhabaat.

[3] Perkara cinta tempatnya di dalam hati, sehingga bukan maksud saya di sini untuk menilai hati manusia, akan tetapi qarinah-qarinah yang ada menunjukkan demikian. Ketika saya berdialog dengan orang-orang WI, maka sangat terlihat jelas kebencian mereka kepada asatidzah Salafiyin, terutama Al-Ustadz Dzulqarnain –ahabbahullah wa jazahu khoiron-. Jadi, ukuran kebencian dan kecintaan tidak lagi mereka nilai dari ketakwaan orang tersebut. Wallohu A’la wa A’lam, wa Huwal Musta’an

Sumber : http://almakassari.com/artikel-islam/manhaj/mengapa-saya-keluar-dari-wahdah-islamiyah-bag-2.html

Baca Selengkapnya...

TASAWUF DAN PENGKULTUSAN RASULULLAH

Penulis : Redaksi As-Salafy.Org

Rasulullah adalah sebaik-baik manusia, tidak ada yang melebihi beliau dalam hal kemuliaan dan kehormatan. Oleh karena itu, Allah I menjadikan beliau sebagai suri tauladan terbaik bagi umat manusia. Allah berfirman artinya): “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan bagi kalian.” Al Ahzab: 21)
Beliaulah yang harus kita cintai melebihi kecintaan terhadap diri kita sendiri, orang tua, anak, istri dan seluruh umat manusia. Namun Rasulullah melarang umatnya dari sikap berlebihan, terkhusus sikap pengkultusan terhadap diri beliau . Sebagaimana beliau bersabda:
لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مِرْيَمَ ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ ، فَقُوْلُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ
“Janganlah kalian mengkultuskan diriku, sebagaimana orang-orang Nasrani mengkultuskan Isa bin Maryam. Hanyalah aku ini seorang hamba, maka katakanlah: “Aku adalah) hamba Allah dan Rasul-Nya.” H.R Al Bukhari)
Sangatlah disayangkan ternyata kaum Sufi merupakan kaum yang paling gencar melanggar perintah Rasulullah tersebut. Sekian banyak bukti pengkultusan mereka terhadap Rasulullah terdapat dalam karya tulis tokoh-tokoh tersohor mereka. Sampai-sampai pengkultusan tersebut menjerumuskan mereka ke dalam jurang kesyirikan, baik dalam hal rububiyah, uluhiyah, ataupun asma’ wa sifat.

DIANTARA BUKTI PENGKULTUSAN KAUM SUFI TERHADAP RASUL
Gambaran pengkultusan kaum Sufi terhadap Rasulullah sangatlah beraneka ragam, yang kesemuanya bermuara dari kedustaan, khayalan atau kebodohan. Dapatlah kita simak gambaran-gambaran tersebut melalui bukti-bukti berikut ini :
1. Rasulullah Diciptakan Dari Nur Cahaya) Allah
Diantara tokoh Sufi yang berpendapat demikian adalah Ibnu Arabi di dalam Al Futuhat Al Makkiyyah 1/119, Abdul Karim Al Jaili di dalam Al Insaanul Kaamil 2/46 dan beberapa yang lainnya.
Demi memudahkan penyebaran aqidah sesat ini, mereka memunculkan hadits yang tidak diketahui asal usulnya yang didustakan atas nama Rasulullah yaitu:
أَنَّ اللهَ تَعَالى خَلَقَ نُوْرِ نَبِيِّهِ مِنْ نُوْرِهِ
“Bahwasanya Allah menciptakan cahaya nabi-Nya dari cahaya-Nya”
Allah membantah keyakinan keji ini dengan menyatakan bahwa Rasulullah? adalah seorang manusia sedangkan manusia itu diciptakan dari tanah bukan dari cahaya. Allah berfirman artinya):
“Katakanlah wahai Muhammad) :” Maha Suci Tuhanku, aku tidak lain adalah seorang manusia dan rasul.” Al Israa’: 93)
Dia juga berfirman artinya): “Dan Allah menciptakan kalian manusia) dari tanah, kemudian nuthfah lalu menjadikan kalian berpasang-pasangan.” Faathir: 11)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa Nabi diciptakan dari unsur tanah dan tidak ada satupun manusia yang diciptakan dari cahaya. Disamping itu, keutamaan sebagian makhluk dibanding makhluk lainnya bukanlah karena unsur diciptakannya. Bahkan Nabi Adam beserta anak keturunannya yang shalih itu lebih utama dari malaikat walaupun malaikat tersebut diciptakan dari cahaya. Disarikan dari Majmu’ Fatawa 11/94-95)
2. Seluruh Alam Semesta Diciptakan Dari Nur cahaya) Muhammad Aqidah Nur Muhammadi)
Abdul Karim Al Jaili berkata: “Dan tatkala Allah menciptakan seluruh alam semesta ini dari nur Muhammad, maka hati Muhammad? itu merupakan bagian yang malaikat Israfil diciptakan darinya -lalu dia mengatakan- sesungguhnya Al Aqlu Al Awwal yaitu Muhammad?, Allah ciptakan darinya Jibril u sehingga Muhammad? adalah ayah Jibril dan asal usul dari seluruh alam.” Al Insaanul Kaamil 2/26-27).
Dari dua jenis keyakinan kufur ini, dapat disimpulkan bahwa Allah menciptakan Rasulullah? dari cahaya-Nya, kemudian dari cahaya tersebut terciptalah seluruh alam semesta. Sehingga tidaklah yang ada di alam semesta ini melainkan bagian dari Dzat Allah . Muncullah dari sini keterkaitan kedua keyakinan itu dengan aqidah Manunggaling Kawula Gusti. Sebuah skenario yang benar-benar keji. Wallahul Musta’an!!
3. Rasulullah? Memiliki Beberapa Sifat Ketuhanan Rububiyyah) Sehingga Berhak Diibadahi
Keyakinan kufur ini tidaklah terlepas dari konsekuensi yang diraih ketika mereka menyatakan tentang aqidah Manunggaling Kawula Gusti. Dan inilah yang ditegaskan sendiri oleh pujangga-pujangga syair tersohor mereka.
Al Bushiri berkata di dalam syairnya yang terkenal:
Maka sesungguhnya diantara kedermawananmu Muhammad) adalah adanya dunia dan akhirat
Dan diantara ilmumu adalah ilmu tentang Lauhul Mahfudh dan Al Qalam yaitu ilmu tentang segala takdir di alam semesta ini)
Burdatul Madiih hal. 35 yang terkenal dengan Qasidah Burdah).
Yusuf An Nabhani menukil perkataan Syamsuddin At Tuwaji Al Mishri:
Wahai utusan Allah, sesungguhnya aku ini lemah
Maka sembuhkanlah aku karena sesungguhnya engkau adalah pangkal kesembuhan
Wahai utusan Allah, bila engkau tidak menolongku
Maka pada siapa lagi menurutmu aku akan bersandar
Syawaahidul Haq hal. 352)
Betapa jauhnya penyimpangan mereka dari aqidah yang benar?!!, padahal Allah berfirman artinya):
“Katakanlah wahai Muhammad): “Aku tidaklah memiliki manfaat atau dapat mencegah bahaya dari diriku sendiri kecuali yang Allah kehendaki. Kalau seandainya aku mengetahui yang ghaib maka tentunya aku dapat memperbanyak kebaikan untukku dan tidak ada satupun bahaya yang menimpaku”. Al A’raaf:188)
“Dan bila Allah menimpakan kepadamu suatu kejelekan maka tidak akan ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia saja. Dan apabila Dia mendatangkan kebaikan kepadamu maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. Al An’aam:17)
4. Rasulullah? Dapat Dilihat Di Dunia Dalam Keadaan Terjaga Setelah Beliau Meninggal Dunia)
Keyakinan ini mereka ambil berdasarkan hikayat-hikayat dusta yang berasal dari tokoh-tokoh tarekat mereka.
Asy Sya’rani menyatakan bahwa Abul Mawaahib Asy Syadzali berkata: “Aku pernah melihat Rasulullah? lalu berkata kepadaku tentang diri beliau: “Aku sebenarnya tidaklah mati. Hanyalah kematianku sekarang ini) sebagai persembunyianku dari orang-orang yang tidak mengerti tentang Allah.” Maka akupun melihat beliau dan beliaupun melihat aku.” Thabaqatul Kubra 2/69 karya Asy Sya’rani).
Bahkan dengan tegas Abul Mawaahib membawakan sabda Nabi? dengan dusta bahwa barangsiapa yang tidak percaya dengan pertemuan dirinya dengan beliau, kemudian dia mati, maka dia mati dalam keadaan sebagai seorang Yahudi, Nashrani atau Majusi!! Thabaqatul Kubra 2/67)
Sebagian murid Khaujili bin Abdirrahman seorang tokoh Sufi jaman ini) menceritakan bahwa gurunya ini pernah melihat Rasulullah? sebanyak 24 kali dalam sehari sedangkan dia dalam keadaan sadar. Thabaqat Ibni Dhaifillah hal. 190)
Hikayat-hikayat yang mereka ceritakan ini sebenarnya mengandung beberapa perkara yang batil, diantaranya:
a. Jasad Rasulullah yang ada di kubur dapat kembali ke alam dunia. Padahal Allah berfirman artinya): “Dan di belakang mereka terdapat dinding pemisah antara alam kubur dengan alam dunia) sampai hari mereka dibangkitkan hari kiamat)”. Al Mu’minuun: 100)
b. Rasulullah? sekarang ini tidak meninggal dunia. Allah membantah hal ini dengan firman-Nya artinya): “Sesungguhnya engkau Muhammad) akan mati dan merekapun akan mati pula).” Az Zumar: 30)
Kedua kandungan ini cukuplah sebagai bukti tentang sikap berlebihan pengkultusan) mereka terhadap pribadi Rasulullah?.
Ketika aqidah rusak mereka ini mulai terkuak, maka muncullah beragam pendapat lagi di dalam mengkaburkan maksud kalimat “melihat Rasulullah? dalam keadaan terjaga”. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa Rasulullah? bisa dilihat dengan menjelma sebagai seorang syaikh terekat mereka, bahwa Rasulullah? bisa dilihat dengan mata hati bukan mata kepala, Rasulullah? bisa dilihat dalam keadaan antara tidur dan terjaga ataupun yang dilihat itu adalah ruh beliau bukan jasadnya. Pendapat terakhir ini diucapkan oleh tokoh Sufi jaman sekarang yaitu Muhammad Alwi Al Maliki dalam kitab Adz Dzakhaa’ir Al Muhammadiyah hal. 259 Khasha’ishul Musthafa hal. 217-218).
Ternyata keyakinan ini -yang sebenarnya telah terkuak kebatilannya- dijadikan kaum Sufi sebagai salah satu jembatan untuk memunculkan ajaran-ajaran baru bid’ah) yang belum pernah diajarkan Rasulullah? di masa beliau masih bersama para sahabatnya dahulu. Satu lagi skenario jahat untuk menodai ajaran agama suci ini.
Demikian pula pernyataan sesat yang dilontarkan Umar Al Fuuti bahwa Ahmad At Tijani pendiri tarekat At Tijaniyah) pernah diijinkan Rasulullah? untuk mengajari manusia setelah bersemedi, kemudian beliau menetapkan sebuah wirid tertentu kepada dirinya, yang sebelumnya beliau mengabarkan tentang kedudukan Ahmad At Tijani yang tinggi, keutamaan wirid tersebut dan janji Allah kepada siapa saja yang mencintai Ahmad At Tijani dari kalangan pengikutnya Rimaahu Hizbirrahiim 1/191).
Muhammad As Sayyid At Tijani mengungkapkan bahwa Rasulullah bersama para Al Khulafaur Rasyidin pernah menghadiri majelis wirid Ahmad At Tijani. Lalu beliau? memberikan syafa’at kepada hadirin ketika itu. Al Hidayah Ar Rabbaniyah hal. 12)

WIRID-WIRID BID’AH KAUM SUFI
Mereka tidak hanya menuangkan pengkultusan Rasulullah? melalui pendapat ataupun untaian-untaian syair saja, tetapi juga melalui wirid dalam bentuk shalawat nabi. Bahkan, dengan shalawat inilah banyak sekali kaum muslimin -walaupun tidak terikat dengan ajaran mereka- terjatuh ke dalam jeratan mereka. Hal ini disebabkan beberapa perkara, diantaranya:
a. Mereka tidak jarang membawakan ayat-ayat ataupun hadits-hadits shahih yang masih bersifat umum yang menganjurkan seorang muslim untuk bershalawat atau berdzikir.
b. Hikayat-hikayat dusta yang menceritakan tentang keutamaan-keutamaan membaca shalawat tertentu.
Di antara shalawat yang sangat terkenal di tengah kaum muslimin adalah shalawat Al Faatih yang apabila membacanya mendapatkan keutamaan seperti membaca Al Qur’an sebanyak 6000 kali, shalawat Nariyah yang apabila membacanya sebanyak 4444 kali maka hajatnya akan terpenuhi atau terlepas dari kesulitan, dan juga beberapa shalawat lainnya yang kental dengan nuansa kesyirikan di dalam kitab Dalaailul Khairaat karya Muhammad bin Sulaiman Al Jazuli yang sering dibaca sebagian kaum muslimin terutama pada hari Jum’at.
Untuk lebih rincinya, insya Allah akan diangkat topik “Sufi dan Shalawat-shalawat Bid’ah Mereka” pada edisi-edisi mendatang)
HADITS-HADITS LEMAH DAN PALSU YANG TERSEBAR DI KALANGAN UMAT
Hadits Ibnu Umar : مَنْ زَارَ قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ
“Barangsiapa yang menziarahi kuburku maka berhak baginya syafa’atku”
Keterangan:
Hadits ini mungkar karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Musa bin Hilal Al ‘Abdi. Beberapa ulama ahli hadits seperti Abu Hatim, Al Bukhari, An Nasai, Al Hakim, Ibnu Abdil Hadi, Ibnu Hajar dan Al Baihaqi sendiri yang meriwayatkan hadits tersebut) mengkritik perawi tersebut. Asy Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits tersebut mungkar. Irwa’ul Ghalil no. 1128)
Hadits-hadits yang semakna dengan hadits di atas kerapkali dibawakan para tokoh Sufi didalam mengajak kaum muslimin untuk meyakini adanya keutamaan tertentu di dalam menziarahi makam beliau, sampai akhirnya mengkultuskan beliau seperti bertawasul atau berdoa kepada beliau dan mengkeramatkan makam beliau.
Adapun ziarah ke kubur beliau dan juga selain beliau maka hal ini diperbolehkan selama dengan tujuan dan cara yang diajarkan Rasulullah .

Sumber : http://www.assalafy.org/mahad/?p=97#more-97

Baca Selengkapnya...