Penulis: Redaksi Assalafy.org
Sangat disesalkan, banyak kaum muslimin yang ternyata ikut-ikutan gembira dan ikut-ikutan merayakan hari raya/hari besar kaum kafir. Di antara adalah perayaan Natal dan Tahun Baru. Yang lebih parah adalah Tahun Baru, karena banyak dari kaum muslimin yang tidak mengerti bahwa itu termasuk perayaan/hari besar orang-orang kafir. Mereka beralasan bahwa Tahun Baru bersifat universal. Di samping tidak sedikit dari kaum muslimin yang ikut meramaikan perayaan Natal, atau sekadar membantu tetangganya yang beragama kristen untuk merayakan Natal, berupa turut membantu memasak, hadir dalam undangan Natal, turut mengucapkan selamat, dll. Ini semua termasuk turut andil dalam perayaan hari besar agama kafir.
Semestinya seorang muslim menimbang segala ucapan dan perbuatannya dengan timbangan syari’at Allah. Bagaimana Islam mengatur hubungan dengan orang-orang kafir. Apakah boleh turut andil atau turut kerja sama, atau sekadar ikut meramaikan acara perayaan orang-orang kafir? Termasuk bolehkah ikut meramaikan atau ikut-ikutan senang dengan perayaan Natal dan Tahun Baru?
Selasa, 28 Desember 2010
HUKUM MENGUCAPKAN SELAMAT TAHUN BARU
Penulis: Redaksi Assalafy.org
Pertanyaan : Apa hukumnya mengucapkan selamat tahun baru, sebagaimana yang banyak dilakukan oleh umat, seperti saling mengucapkan : كُلَّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ (setiap tahun engkau senantiasa berada dalam kebaikan) atau ucapan-ucapan semisal?
Asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih Al-’Utsaimîn rahimahullah menjawab :
Ucapan selamat tahun baru bukanlah perkara yang dikenal di kalangan para ‘ulama salaf. Oleh karena itu lebih baik ditinggalkan. Namun kalau seseorang mengucapkan selamat karena pada tahun yang sebelumnya ia telah menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah, ia mengucapkan selamat karena umurnya yang ia gunakan untuk ketaatan kepada Allah, maka yang demikian tidak mengapa. Karena sebaik-baik manusia adalah barangsiapa yang panjang umurnya dan baik amalannya. Namun perlu diingat, ucapan selamat ini hanyalah dilakukan pada penghujung tahun hijriyyah. Adapun penghujung tahun miladiyyah (masehi) maka tidak boleh mengucapkan selamat padanya, karena itu bukan tahun yang syar’i.
Pertanyaan : Apa hukumnya mengucapkan selamat tahun baru, sebagaimana yang banyak dilakukan oleh umat, seperti saling mengucapkan : كُلَّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ (setiap tahun engkau senantiasa berada dalam kebaikan) atau ucapan-ucapan semisal?
Asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih Al-’Utsaimîn rahimahullah menjawab :
Ucapan selamat tahun baru bukanlah perkara yang dikenal di kalangan para ‘ulama salaf. Oleh karena itu lebih baik ditinggalkan. Namun kalau seseorang mengucapkan selamat karena pada tahun yang sebelumnya ia telah menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah, ia mengucapkan selamat karena umurnya yang ia gunakan untuk ketaatan kepada Allah, maka yang demikian tidak mengapa. Karena sebaik-baik manusia adalah barangsiapa yang panjang umurnya dan baik amalannya. Namun perlu diingat, ucapan selamat ini hanyalah dilakukan pada penghujung tahun hijriyyah. Adapun penghujung tahun miladiyyah (masehi) maka tidak boleh mengucapkan selamat padanya, karena itu bukan tahun yang syar’i.
Menghindari Kemungkaran di Penghujung Tahun
Penulis: Redaksi Salafy.or.id
Ternyata tidak sedikit kaum muslimin yang masih belum mengerti bagaimana hukum mengucapkan selamat natal atau hari-hari raya orang kafir lainnya. Hal ini nampak dari banyaknya kaum muslimin yang masih saja memberikan ucapan selamat, bergembira, dan bahkan ikut merayakan hari raya yang jatuh pada setiap penghujung tahun masehi tersebut, tidak terkecuali tahun ini.
Oleh karena itulah, kami akan menampilkan fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah Wal Ifta’ dan Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin tentang permasalahan ini.
Tepat sepekan setelah hari natal, ada momen besar lainnya yang umat Islam sangat rawan untuk terjatuh kepada kemungkaran dan pelanggaran syar’i di dalamnya, yaitu tahun baru. Sehingga tidak lupa kami juga menampilkan hukum merayakannya sebagaimana yang telah difatwakan oleh para ulama.
Ternyata tidak sedikit kaum muslimin yang masih belum mengerti bagaimana hukum mengucapkan selamat natal atau hari-hari raya orang kafir lainnya. Hal ini nampak dari banyaknya kaum muslimin yang masih saja memberikan ucapan selamat, bergembira, dan bahkan ikut merayakan hari raya yang jatuh pada setiap penghujung tahun masehi tersebut, tidak terkecuali tahun ini.
Oleh karena itulah, kami akan menampilkan fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah Wal Ifta’ dan Asy-Syaikh Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin tentang permasalahan ini.
Tepat sepekan setelah hari natal, ada momen besar lainnya yang umat Islam sangat rawan untuk terjatuh kepada kemungkaran dan pelanggaran syar’i di dalamnya, yaitu tahun baru. Sehingga tidak lupa kami juga menampilkan hukum merayakannya sebagaimana yang telah difatwakan oleh para ulama.
Muhaasabatun Nafs
Penulis : Penulis : Al-Ustadz Fahmi Abubakar Jawwas
Dari Abi Hurairah Radiyallah Anhu berkata,Rasulallah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:"seseorang dari kalian melihat kotoran dimata saudaranya dan melupakan batang pohonan yg membentang dimatanya(dishahihkan Syaikh Albani Rahimahullah di Shahih Al-Jaami' no 8013)
berkata Abdur Ro'uuf Al-Manaawi sepertinya manusia,karena kekurangannya dan kecintaannya kepada dirinya,mencermati pandangan dlm kesalahan saudaranya dan dia mendapatkannya walaupun tersembunyi,maka dia buta dgn kesalahanya sendiri yg tampak dan tdk tersembunyi dgnnya ini dimisalkan bagi siapa saja yg melihat kesalahan yg kecil dari manusia kemudian dia menghina mereka dengannya,dan didlmnya terdapat kesalahan,apa-apa yg disandarkannya kepadanya seperti penyandaran batang kepada kotoran mata dan ini adalah dari seburuk-buruknya keburukan,dan seburuk-buruknya kesalahan yg ditampakan,maka semoga Allah memberikan rahmatnya bagi orang yg menjaga hatinya,perkataannya dan tetap mengurusi perkaranya,dan menjaga kehormatan saudaranya,dan berpaling dari apa-apa yg tdk penting baginya,
Dari Abi Hurairah Radiyallah Anhu berkata,Rasulallah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda:"seseorang dari kalian melihat kotoran dimata saudaranya dan melupakan batang pohonan yg membentang dimatanya(dishahihkan Syaikh Albani Rahimahullah di Shahih Al-Jaami' no 8013)
berkata Abdur Ro'uuf Al-Manaawi sepertinya manusia,karena kekurangannya dan kecintaannya kepada dirinya,mencermati pandangan dlm kesalahan saudaranya dan dia mendapatkannya walaupun tersembunyi,maka dia buta dgn kesalahanya sendiri yg tampak dan tdk tersembunyi dgnnya ini dimisalkan bagi siapa saja yg melihat kesalahan yg kecil dari manusia kemudian dia menghina mereka dengannya,dan didlmnya terdapat kesalahan,apa-apa yg disandarkannya kepadanya seperti penyandaran batang kepada kotoran mata dan ini adalah dari seburuk-buruknya keburukan,dan seburuk-buruknya kesalahan yg ditampakan,maka semoga Allah memberikan rahmatnya bagi orang yg menjaga hatinya,perkataannya dan tetap mengurusi perkaranya,dan menjaga kehormatan saudaranya,dan berpaling dari apa-apa yg tdk penting baginya,
Bagaimanakah cara mengetahui kadar keikhlasan diri kita
Penulis : Al-Ustadz Fahmi Abubakar Jawwas
بسم الله الرحمن الرحيم
Dan dari tanda-tanda lemahnya keikhlasan atau tidak adanya keikhlasan Wal ‘iyaadzu billah sebagai berikut :
1. Riya dan Sum’ah: “ dia menyukai agar manusia melihat amalannya atau mendengarkan apa yg telah dia amalkan
2. Meminta keridha’an kepada para makhluk dan mendahulukannya dari pada keridha’an sang Pencipta
3. Meminta ganti atau timbal balik dari pekerjaannya kepada para makhluk walaupun gantinya itu secara ma’na seperti pujian dan kekaguman
4. Giat jika disana terdapat pujian dan sanjungan,dan bermalas-malasan dan lalai jika disana mendapatkan aib dan celaan
5. Dia akan rajin jika dilihat oleh manusia dan dia bermalas-malasan jika tidak dilihat oleh manusia
بسم الله الرحمن الرحيم
Dan dari tanda-tanda lemahnya keikhlasan atau tidak adanya keikhlasan Wal ‘iyaadzu billah sebagai berikut :
1. Riya dan Sum’ah: “ dia menyukai agar manusia melihat amalannya atau mendengarkan apa yg telah dia amalkan
2. Meminta keridha’an kepada para makhluk dan mendahulukannya dari pada keridha’an sang Pencipta
3. Meminta ganti atau timbal balik dari pekerjaannya kepada para makhluk walaupun gantinya itu secara ma’na seperti pujian dan kekaguman
4. Giat jika disana terdapat pujian dan sanjungan,dan bermalas-malasan dan lalai jika disana mendapatkan aib dan celaan
5. Dia akan rajin jika dilihat oleh manusia dan dia bermalas-malasan jika tidak dilihat oleh manusia
Fenomena TKI di Arab Saudi
Penulis : Al-Ustadz Sofyan Chalid Ruray
Sebuah pemerintahan Islam atau masyarakat Islam bukanlah sebuah kumpulan orang-orang yang tidak pernah berbuat dosa sama sekali, sehingga kita bisa menuduh para ulama yang membimbing masyarakat tersebut telah gagal atau tidak becus dalam membina negaranya.
Bahkan di masa kepemimpinan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang masyarakatnya adalah generasi terbaik ummat ini, ada orang yang didera karena minum khamar[1], ada yang dirajam karena berzina[2], bahkan ada yang murtad keluar dari Islam[3]. Namun tidak ada satupun yang menuduh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah gagal mendidik para sahabatnya. Karena memang, tidak ada satupun manusia yang terjaga dari kesalahan selain para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam, olehnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ بنِي آدَمَ خَطَّاءٌ ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak adam senantiasa berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang senantiasa bertaubat.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shohihut Targhib, no. 3139)
Sebuah pemerintahan Islam atau masyarakat Islam bukanlah sebuah kumpulan orang-orang yang tidak pernah berbuat dosa sama sekali, sehingga kita bisa menuduh para ulama yang membimbing masyarakat tersebut telah gagal atau tidak becus dalam membina negaranya.
Bahkan di masa kepemimpinan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang masyarakatnya adalah generasi terbaik ummat ini, ada orang yang didera karena minum khamar[1], ada yang dirajam karena berzina[2], bahkan ada yang murtad keluar dari Islam[3]. Namun tidak ada satupun yang menuduh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah gagal mendidik para sahabatnya. Karena memang, tidak ada satupun manusia yang terjaga dari kesalahan selain para Nabi dan Rasul ‘alaihimussalam, olehnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ بنِي آدَمَ خَطَّاءٌ ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak adam senantiasa berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang senantiasa bertaubat.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shohihut Targhib, no. 3139)
Singa-singa Padang Pasir di Perang Nahawand
Mereka adalah sosok pejuang pencari kemuliaan. Harapan yang lahir dari kejernihan iman, menjadikan mereka sebagai ksatria-ksatria tangguh dalam kancah jihad fi sabilillah. Terik panas gurun pasir, lembah gersang lagi tandus, pegunungan yang terjal, serta ancaman maut menghadang tidaklah menyurutkan langkah tegap mereka. Tentunya amalan yang selaras dengan ajaran agama, bukan tindakan teror khawarij yang membabi buta. Keinginan mereka tak lebih dari dua hal, hidup mulia dengan tegaknya Islam dimuka bumi atau gugur meraih syahid. Kemuliaan, keberanian, serta ketangguhan yang mereka miliki menjadikan mereka layak menyandang gelar “Singa-Singa Padang Pasir”.
SEKILAS TENTANG PERANG NAHAWAND
Perang ini merupakan peperangan berskala besar yang berlangsung pada tahun 21 H. Berbagai kisah heroik dan menakjubkan mewarnai jalannya pertempuran. Sebuah gambaran jihad fi sabilillah dimasa khalifah Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu. Peristiwa bersejarah ini berlangsung di Nahawand, sebuah kota besar yang terletak di Al-Hadhbah - Iran pada masa sekarang. Karena itulah peperangan ini dikenal dengan Perang Nahawand.
SEKILAS TENTANG PERANG NAHAWAND
Perang ini merupakan peperangan berskala besar yang berlangsung pada tahun 21 H. Berbagai kisah heroik dan menakjubkan mewarnai jalannya pertempuran. Sebuah gambaran jihad fi sabilillah dimasa khalifah Umar bin Al-Khatthab radhiyallahu ‘anhu. Peristiwa bersejarah ini berlangsung di Nahawand, sebuah kota besar yang terletak di Al-Hadhbah - Iran pada masa sekarang. Karena itulah peperangan ini dikenal dengan Perang Nahawand.
AKIBAT YANG AKAN DIRASAKAN OLEH PELAKU RIBA
Para pembaca, tidaklah Allah melarang dari sesuatu kecuali karena adanya dampak buruk dan akibat yang tidak baik bagi pelaku. Seperti Allah melarang dari praktek riba, karena berakibat buruk bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Para pembaca, edisi kali ini kami akan mengupas tentang dampak buruk dari praktek riba yang masih banyak kaum muslimin bergelut dengan praktek riba tersebut.
Para pembaca, edisi kali ini kami akan mengupas tentang dampak buruk dari praktek riba yang masih banyak kaum muslimin bergelut dengan praktek riba tersebut.
Wirid-wirid Setelah Shalat Lima Waktu
Para pembaca semoga Allah menanamkan dalam hati kita kecintaan kepada kebaikan dan kebenaran. Diantara kebaikan yang mudah untuk kita amalkan adalah berdzikir setelah melaksanakan shalat wajib yang lima waktu. Dzikir (wirid) ini sangat penting karena diantara fungsinya adalah sebagai penyempurna dari kekurangan dalam shalat kita. Bahkan dzikir setelah shalat fardhu merupakan perintah langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, walaupun dalam keadaan genting sekalipun seperti dalam keadaan perang. Sebagaimana firman-Nya:
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (An-Nisa’: 103)
Ayat tersebut terkait dengan kondisi perang, maka dalam kondisi aman tentu lebih memungkinkan untuk melaksanakan dzikir.
Para pembaca rahimakumullah, seorang muslim yang berdzikir setelah shalat hendaknya mencukupkan dengan dzikir-dzikir yang telah disyari’atkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bukan dengan dzikir yang tidak dicontohkan oleh beliau, yang tidak disyari’atkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (An-Nisa’: 103)
Ayat tersebut terkait dengan kondisi perang, maka dalam kondisi aman tentu lebih memungkinkan untuk melaksanakan dzikir.
Para pembaca rahimakumullah, seorang muslim yang berdzikir setelah shalat hendaknya mencukupkan dengan dzikir-dzikir yang telah disyari’atkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bukan dengan dzikir yang tidak dicontohkan oleh beliau, yang tidak disyari’atkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Jumat, 17 Desember 2010
Hikmah Ilahi di Balik Musibah yang Melanda
Penulis : Tim Redaksi Buletin Al-Ilmu
Para pembaca yang dirahmati Allah, belakangan ini negeri kita Indonesia diguncang berbagai musibah. Rangkaian bencana, gempa, tsunami, gunung meletus, banjir, dan lain sebagainya telah menelan banyak korban, baik nyawa maupun harta benda. Sedangkan yang selamat, tidak sedikit dari mereka yang harus tinggal di pengungsian, bahkan terpisahkan dengan keluarga dan karib kerabat.
Beberapa kalangan pun ramai mengeluarkan statement-statement terkait dengan sebab terjadinya musibah yang melanda tersebut. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa musibah merupakan peristiwa alam semata, tidak ada kaitannya dengan agama. Sebagian lainnya mengatakan bahwa musibah merupakan ketentuan dan takdir Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang tidak ada kaitannya dengan dosa. Ada lagi yang mengatakan bahwa musibah merupakan kejadian untuk membuat takut manusia dan tiada kaitannya dengan dosa. Ada juga yang menghubungkannya dengan perkara-perkara gaib. Dan banyak lagi kepentingan-kepentingan duniawi dalam mengomentari terjadinya musibah tersebut. Hanya kepada Allah saja kita memohon petunjuk. Untuk menjawab semua itu, mari kita simak keterangan dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, agar kita tidak semakin jauh dari bimbingan Allah dan Rasul-Nya.
Para pembaca yang dirahmati Allah, belakangan ini negeri kita Indonesia diguncang berbagai musibah. Rangkaian bencana, gempa, tsunami, gunung meletus, banjir, dan lain sebagainya telah menelan banyak korban, baik nyawa maupun harta benda. Sedangkan yang selamat, tidak sedikit dari mereka yang harus tinggal di pengungsian, bahkan terpisahkan dengan keluarga dan karib kerabat.
Beberapa kalangan pun ramai mengeluarkan statement-statement terkait dengan sebab terjadinya musibah yang melanda tersebut. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa musibah merupakan peristiwa alam semata, tidak ada kaitannya dengan agama. Sebagian lainnya mengatakan bahwa musibah merupakan ketentuan dan takdir Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang tidak ada kaitannya dengan dosa. Ada lagi yang mengatakan bahwa musibah merupakan kejadian untuk membuat takut manusia dan tiada kaitannya dengan dosa. Ada juga yang menghubungkannya dengan perkara-perkara gaib. Dan banyak lagi kepentingan-kepentingan duniawi dalam mengomentari terjadinya musibah tersebut. Hanya kepada Allah saja kita memohon petunjuk. Untuk menjawab semua itu, mari kita simak keterangan dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, agar kita tidak semakin jauh dari bimbingan Allah dan Rasul-Nya.
Wirid-wirid Setelah Shalat Lima Waktu
Penulis : Tim Redaksi Buletin Al-Ilmu
Para pembaca semoga Allah menanamkan dalam hati kita kecintaan kepada kebaikan dan kebenaran. Diantara kebaikan yang mudah untuk kita amalkan adalah berdzikir setelah melaksanakan shalat wajib yang lima waktu. Dzikir (wirid) ini sangat penting karena diantara fungsinya adalah sebagai penyempurna dari kekurangan dalam shalat kita. Bahkan dzikir setelah shalat fardhu merupakan perintah langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, walaupun dalam keadaan genting sekalipun seperti dalam keadaan perang. Sebagaimana firman-Nya:
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (An-Nisa’: 103)
Ayat tersebut terkait dengan kondisi perang, maka dalam kondisi aman tentu lebih memungkinkan untuk melaksanakan dzikir.
Para pembaca rahimakumullah, seorang muslim yang berdzikir setelah shalat hendaknya mencukupkan dengan dzikir-dzikir yang telah disyari’atkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bukan dengan dzikir yang tidak dicontohkan oleh beliau, yang tidak disyari’atkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Para pembaca semoga Allah menanamkan dalam hati kita kecintaan kepada kebaikan dan kebenaran. Diantara kebaikan yang mudah untuk kita amalkan adalah berdzikir setelah melaksanakan shalat wajib yang lima waktu. Dzikir (wirid) ini sangat penting karena diantara fungsinya adalah sebagai penyempurna dari kekurangan dalam shalat kita. Bahkan dzikir setelah shalat fardhu merupakan perintah langsung dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, walaupun dalam keadaan genting sekalipun seperti dalam keadaan perang. Sebagaimana firman-Nya:
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (An-Nisa’: 103)
Ayat tersebut terkait dengan kondisi perang, maka dalam kondisi aman tentu lebih memungkinkan untuk melaksanakan dzikir.
Para pembaca rahimakumullah, seorang muslim yang berdzikir setelah shalat hendaknya mencukupkan dengan dzikir-dzikir yang telah disyari’atkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bukan dengan dzikir yang tidak dicontohkan oleh beliau, yang tidak disyari’atkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Waktu-waktu Mustajab untuk Berdoa
Penulis : Tim Redaksi Buletin Al-Ilmu
Alhamdulilllah, segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam ini. Dialah Yang Maha Mengetahui keadaan hamba-Nya. Dia pulalah Yang Maha Mengetahui segala kebutuhan hamba-Nya. Dia juga mengetahui bahwa para hamba-Nya lemah sangat butuh terhadap pertolongan. Oleh karena itu, Dia memerintahkan para hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, sekaligus berjanji akan mengabulkan doa dan permohonan mereka kepada-Nya apabila terpenuhi syarat-syarat dan adab-adabnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdoa kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Al-Mu’min: 60)
Para pembaca rahimakumullah, dalam ayat diatas Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan para hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, dan berjanji akan mengabulkan doa hamba-Nya. Bahkan sebaliknya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam para hamba-Nya yang enggan untuk berdoa kepada-Nya karena telah jatuh kepada sifat kesombongan.
Alhamdulilllah, segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam ini. Dialah Yang Maha Mengetahui keadaan hamba-Nya. Dia pulalah Yang Maha Mengetahui segala kebutuhan hamba-Nya. Dia juga mengetahui bahwa para hamba-Nya lemah sangat butuh terhadap pertolongan. Oleh karena itu, Dia memerintahkan para hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, sekaligus berjanji akan mengabulkan doa dan permohonan mereka kepada-Nya apabila terpenuhi syarat-syarat dan adab-adabnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdoa kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Al-Mu’min: 60)
Para pembaca rahimakumullah, dalam ayat diatas Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan para hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya, dan berjanji akan mengabulkan doa hamba-Nya. Bahkan sebaliknya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengancam para hamba-Nya yang enggan untuk berdoa kepada-Nya karena telah jatuh kepada sifat kesombongan.
Kajian Rutin Ahlussunnah di Kab. Polman, Sulbar
Bismillahirrahmanirrahiim
Kajian Rutin Salafy di Kab. Polman, Sulawesi Barat Insya Allah akan dilaksanakan rutin tiap pekan dengan Pemateri dan Jadwal sebagai berikut :
Pemateri : Al-Ustadz Musaddad Hafidzahullah
1. MALAM SELASA
Materi : Fathul Majid Syarh Kitabut Tauhid
Waktu : 18.25 – 19.10 WITA (Maghrib – Isya’)
2. MALAM KAMIS
Materi : Ushulus Sunnah (Imam Ahmad)
Waktu : 18.25 – 19.10 WITA (Maghrib – Isya’)
3. MALAM SABTU
Materi : Fiqhi (Imam Asy-Syaukani)
Waktu : 18.25 – 19.10 WITA (Maghrib – Isya’)
4. HARI AHAD
Materi : Kitabut Tauhid (Syaikh Shalih Fauzan)
Waktu : Jam 10.00 WITA - Dzhuhur
Kajian diatas dilaksanakan di : Masjid As-Sunnah, Jl. Sila-sila, Lampa, Kec. Mapilli, Kab. Polman, Sulbar.
Contact Person : Ridwan +6285299432939
Kajian Rutin Salafy di Kab. Polman, Sulawesi Barat Insya Allah akan dilaksanakan rutin tiap pekan dengan Pemateri dan Jadwal sebagai berikut :
Pemateri : Al-Ustadz Musaddad Hafidzahullah
1. MALAM SELASA
Materi : Fathul Majid Syarh Kitabut Tauhid
Waktu : 18.25 – 19.10 WITA (Maghrib – Isya’)
2. MALAM KAMIS
Materi : Ushulus Sunnah (Imam Ahmad)
Waktu : 18.25 – 19.10 WITA (Maghrib – Isya’)
3. MALAM SABTU
Materi : Fiqhi (Imam Asy-Syaukani)
Waktu : 18.25 – 19.10 WITA (Maghrib – Isya’)
4. HARI AHAD
Materi : Kitabut Tauhid (Syaikh Shalih Fauzan)
Waktu : Jam 10.00 WITA - Dzhuhur
Kajian diatas dilaksanakan di : Masjid As-Sunnah, Jl. Sila-sila, Lampa, Kec. Mapilli, Kab. Polman, Sulbar.
Contact Person : Ridwan +6285299432939
Jumat, 10 Desember 2010
Jadwal Kajian Pasangkayu (Update)
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah, washsholaatu wassalaamu ‘alaa rasuulillah
Sekarang KAJIAN ISLAMIYYAH PASANGKAYU hadir dua pekan sekali
Bersama: al-Ustadz Lutfi Abbas Abu Fathimah
(Mudir Ma’had Hikmatus Sunnah, Palu)
Tiap hari Kamis (2 pekan sekali, berikutnya tanggal 6 Mei 2010)
Materi:
‘AQIDAH, ba’da Maghrib, kitab Qaulul Mufid fi Adillah at-Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushshabi al-Yamani
FIQH, ba’da Isya, kitab Bulughul Maram karya al-Hafidz Ibnu Hajar al-’Asqalani
BAHASA ARAB, jam 21.00-22.00 WITA
TAFSIR, ba’da Shubuh, kitab Taisiril Karimir Rahman fi Tafsir Kalamil Mannan karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di
Tempat:
Masjid Nurul Iman, Jalan Pemuda (untuk ‘Aqidah dan Fiqh)
Masjid Agung (untuk Bahasa Arab dan Tafsir)
Semoga Allah ‘azza wa jalla memberikan kemudahan dan kelancaran. Semoga Allah memberikan kemudahan dalam memperoleh ilmu, mengamalkannya, berdakwah kepadanya, dan bersabar atasnya. Semoga ilmu yang diperoleh bermanfaat dan diberkahi Allah ‘azza wa jalla.
Informasi: 081 34 123 0 565
Alhamdulillah, washsholaatu wassalaamu ‘alaa rasuulillah
Sekarang KAJIAN ISLAMIYYAH PASANGKAYU hadir dua pekan sekali
Bersama: al-Ustadz Lutfi Abbas Abu Fathimah
(Mudir Ma’had Hikmatus Sunnah, Palu)
Tiap hari Kamis (2 pekan sekali, berikutnya tanggal 6 Mei 2010)
Materi:
‘AQIDAH, ba’da Maghrib, kitab Qaulul Mufid fi Adillah at-Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushshabi al-Yamani
FIQH, ba’da Isya, kitab Bulughul Maram karya al-Hafidz Ibnu Hajar al-’Asqalani
BAHASA ARAB, jam 21.00-22.00 WITA
TAFSIR, ba’da Shubuh, kitab Taisiril Karimir Rahman fi Tafsir Kalamil Mannan karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di
Tempat:
Masjid Nurul Iman, Jalan Pemuda (untuk ‘Aqidah dan Fiqh)
Masjid Agung (untuk Bahasa Arab dan Tafsir)
Semoga Allah ‘azza wa jalla memberikan kemudahan dan kelancaran. Semoga Allah memberikan kemudahan dalam memperoleh ilmu, mengamalkannya, berdakwah kepadanya, dan bersabar atasnya. Semoga ilmu yang diperoleh bermanfaat dan diberkahi Allah ‘azza wa jalla.
Informasi: 081 34 123 0 565
Kajian Rutin Ahlussunnah di Kota Pare-pare, Sul-sel.
Bismillahirrahmanirrahiim
Kajian Rutin Salafy di Kota Pare-pare, Sulawesi Selatan, Insya Allah akan dilaksanakan tiap akhir pekan Pertama dan Ketiga (Malam Sabtu) dengan Pemateri dan Jadwal sebagai berikut :
Pemateri : Al-Ustadz Ahmad bin Abdul Hafid Hafidzahullah
1. MAGHRIB – ISYA’
Materi : Kajian Umum
Waktu : Pukul 18.20 – 19.15 WITA
Tempat : Masjid Jami’ Al-Amin, Wekke’e, Kota Pare-pare.
2. BA’DA ISYA’
Materi : Tajwid
Waktu : Pukul 19.40 WITA sampai selesai
3. BA’DA SUBUH
Materi : Bahasa Arab
Waktu : Pukul 04.55 WITA sampai selesai
Jadwal Nomor 2 dan 3 bertempat di rumah Al-Akh Lubis Abu Hayyan, Jl. Liu Buloe (Kompleks Somel “MAJU BERSAMA”) Wekke’e, Kota Pare-pare.
Catatan : Kajian diatas untuk saat ini hanya terbuka untuk ikhwan saja
Informasi :
Al-Akh Lubis Abu Hayyan, +6281 355 072 610, +6285 298 822 510
Sabtu, 04 Desember 2010
Sumpah Iblis Untuk Menggoda Bani Adam
Oleh : Al-Ustadz Qomar Suaidi
"Iblis menjawab : "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)." (Al-A'raf : 16-17)
Di dalam ayat ini Allah Ta'ala mengisahkan tentang Iblis yang bersumpah untuk menyesatkan Bani Adam dari jalan yang lurus sekuat tenaga dengan berbagai cara dan dari segala arah dengan berbagai taktik dan strategi.
Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ighotsatul Lahfan menjelaskan : "Jalan yang dilalui oleh insan ada empat, (tidak lebih) ia terkadang arah depan dan arah belakang di jalan manapun ia lalui, ia akan menjumpai syaithan mengintai. Bila menempuh jalan ketaatan, ia menjumpai syaithan siap menghalangi atau memperlambat laju jalannya bila ia menempuh jalur kemaksiatan, ia akan menjumpai syaithan siap mendukungnya".
"Iblis menjawab : "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)." (Al-A'raf : 16-17)
Di dalam ayat ini Allah Ta'ala mengisahkan tentang Iblis yang bersumpah untuk menyesatkan Bani Adam dari jalan yang lurus sekuat tenaga dengan berbagai cara dan dari segala arah dengan berbagai taktik dan strategi.
Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ighotsatul Lahfan menjelaskan : "Jalan yang dilalui oleh insan ada empat, (tidak lebih) ia terkadang arah depan dan arah belakang di jalan manapun ia lalui, ia akan menjumpai syaithan mengintai. Bila menempuh jalan ketaatan, ia menjumpai syaithan siap menghalangi atau memperlambat laju jalannya bila ia menempuh jalur kemaksiatan, ia akan menjumpai syaithan siap mendukungnya".
Menggapai Kemenangan dengan Tauhid
Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsari.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada sahabat Mu'adz ibnu Jabal, "Maukah kuberitahukan padamu pokok amal, tiang, serta puncaknya?" Mu'adz menjawab, "Mau, ya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Beliau bersabda, "Pokok amal adalah Islam dan tiang-tiangnya adalah sholat, dan puncaknya adalah jihad." (HR Tirmidzi)
Tidak diragukan lagi bahwa jihad adalah amalan yang tertinggi, puncak ketinggian Islam. Jihad adalah salah satu prinsip dari prinsip-prinsip aqidah al Islamiyyah. Dengan berjihad berarti menjadikan agama seluruhnya untuk Allah, mencegah kezholiman dan menegakkan yang haq, memelihara kemuliaan kaum muslimin dan menolong kaum mustadh'afin. Allah berfirman, "Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah." (QS Al Anfaal: 39).
Sebaliknya dengan berjihad juga berarti menghinakan musuh-musuh Allah, mencegah kejahatannya, menjaga kehormatan kaum muslimin, dan menghancurkan kaum kafirin. Allah berfirman, "Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar." (QS At Taubah: 29).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada sahabat Mu'adz ibnu Jabal, "Maukah kuberitahukan padamu pokok amal, tiang, serta puncaknya?" Mu'adz menjawab, "Mau, ya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Beliau bersabda, "Pokok amal adalah Islam dan tiang-tiangnya adalah sholat, dan puncaknya adalah jihad." (HR Tirmidzi)
Tidak diragukan lagi bahwa jihad adalah amalan yang tertinggi, puncak ketinggian Islam. Jihad adalah salah satu prinsip dari prinsip-prinsip aqidah al Islamiyyah. Dengan berjihad berarti menjadikan agama seluruhnya untuk Allah, mencegah kezholiman dan menegakkan yang haq, memelihara kemuliaan kaum muslimin dan menolong kaum mustadh'afin. Allah berfirman, "Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah." (QS Al Anfaal: 39).
Sebaliknya dengan berjihad juga berarti menghinakan musuh-musuh Allah, mencegah kejahatannya, menjaga kehormatan kaum muslimin, dan menghancurkan kaum kafirin. Allah berfirman, "Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar." (QS At Taubah: 29).